Pemilu 2019, Kedaulatan Lebih Besar di Tangan Rakyat

By hasim.id - 11.26


SAYA ingat pemilihan umum (Pemilu) 2014. 


Kala itu, saya baru bergabung di Harian Tribun Timur. 

Empat bulan sehabis bergabung, saya mendapat tugas sebagai jurnalis pembantu untuk peliputan Pemilu 2014 di Kota Makassar. 

Kebetulan waktu itu, saya mendapatkan tugas untuk meliput pemilihan legislatif (Pileg) 2014 di level Kota Makassar. 

Kala itu, pemilihan masih menggunakan metode Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). 

Sehingga, menurut saya, perhitungan suara kala itu belum terlalu ketat, aturan pun masih longgar. 

Misalnya, PNS bisa menghadiri kampanye atau bisa mengkampanyekan seorang calon presiden atau legislator. 

Bahkan, mereka memfasilitasi seorang caleg tertentu. 

Tak hanya itu, panitia pengawas pemilu (Panwaslu) level kabupaten dan kota punya kewenangan terbatas. Mereka tak mampu memberikan keputusan bersalah atau tidak bersalah. 

Itu karena lembaga ini masih sebatas lembaga ad hoc dengan masa kerja 8 bulan. 

Undang-undang atau peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga masih terbatas. 

Perubahan pemilihan langsung di Sulawesi Selatan, mulai berubah ke arah transparan saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Takalar 2017. 

Kala itu, hasil scan C1, dokumen suara dari tempat pemungutan suara (TPS) persis sama dengan hasil perhitungan berjenjang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Takalar.


Hasil Real Qount Scan C1 Pilkada Takalar 2017 

Tak hanya itu, orang-orang mulai menyebarkan situasi TPS ke sosial media Facebook dan Twitter. 

Kedua sosial media ini lagi booming di 2017. 


Namun, pemilihan sangat transparan kala Pilkada Kota Makassar 2018. 

Masyarakat berani membagikan hasil scan C1 dan berbagai dokumen hasil pemilihan melalui Facebook dan aplikasi chatting WhatsApp. 

Tentu kala itu, banyak kebisingan di sana-sini, baik di dunia nyata dan WhatsApp. 


"Setelah adanya smartphone, semua orang bebas menyebarkan hasil Pilkada Makassar kemana-mana tanpa rasa takut," kata tokoh masyarakat Kecamatan Tamalate, Makassar. 


Memasuki, Pemilu 2019, pemilihan sangat ketat. 

Sudah banyak, calon legislator diperiksa dan dijatuhi hukuman setelah Panwaslu level kabupaten dan kota berubah menjadi lembaga vertikal dan resmi negara, Bawaslu. 

Lembaga ini sudah sederajat dengan KPU. Mereka juga bisa merekrut panitia pengawas level kecamatan hingga TPS secara mandiri tanpa rekomendasi dari kecamatan. 

1 April 219, Bawaslu Sulsel merilis,  total 672 kasus dugaan pelanggaran Pemilu di Sulsel. Dari total itu sebanyak 579 temuan dan 93 laporan dugaan pelanggaran. Per 1 April 2019, Bawaslu sudah meregistrasi dan memproses 436 temuan serta laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 tersebut.



Jadi, Pemilu 2019 sudah memasuki the new election atau pemilihan terbaru di Indonesia. 



Permainan politik uang pun sudah mulai meredup. Mungkin, selanjutnya masih ada tapi berbeda model.

Ketika pemilihan semakin transparan maka, kedaulatan semakin besar di tangan rakyat. (*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!