Samar-samar
terdengar suara gesekan sandal dan aspal di depan rumah. Suasana hening. Tak
ada kendaraan yang mondar-mandir meski rumahku ini di tepi jalan raya. Selang
beberapa menit surauan azan berkumandang. Suasana masih saja hening. Hanya
sesekali suara ayam berkokok.
Orang-orang
di dalam rumahku masih ada yang terjaga namun tak beranjak memenuhi panggilan
sang pencipta. Mereka mengerjakan pekerjaan yang entah apa. Penting atau tidak.
Aku tak tahu. Menonton film, mengotak atik handphone,
dan cuman berdiam meski mendengarkan surauan azan. Aku mencoba melihat ke luar
rumah kudapati seorang lelaki paruh baya mengangkat sarung kotak-kotaknya. Ia
bersama lelaki tua rentah yang lain menuju tempat ibadah umat Islam, Masjid.
Akupun
diliputi rasa malas seperti mereka. Entah apa penyebab penyakit ini. Hingga
seorang rasul seperti Nabi Isa tak tahu obatnya. Tak kuberi waktu diriku melamu
dan mempertimbangan apakah pergi atau tidak. Aku mencoba melawan hingga berhasil
lepas dari jeratan. Setan, sang penggoda, tak berhasil menahanku untuk
menghadap ke hadapan sang pencipta. Tapi setan tak kapok. Dia mencoba
menggodaku dengan pikiran duniawi. Sesaat ku mengangkat takbir terlintas
pikiran duniawi. Setan menggangguku dari
segala penjuru arah kecuali di arah bawah. Semakin kucoba konsentrasi mengingat
pencipta semakin gencar godaan setan. Benar kata penceramah bahwa semakin
seorang mencoba beriman maka semakin besar juga godaannya. Maka tak jarang
katanya seorang ustadz mengaji melakukan tindakan senono pada santrinya.
Subuh
ini entah apa yang aku pikirkan sehingga begitu kerajingan menuju baitullah. Iya, Aku butuh pengamunan. Ampunan
adalah maaf yang diberikan kepada sebuah tindakan yang tercela, tapi, karena berbagai
pertimbangan, sudah dimaafkan. Jadi ampunanmerupakan hasil dari pertimbangan
yang menyebabkan sikap mengalami perubahan.
Zaman
sekarang manusia hanya mengurangi dosa. Kaki tangan iblis senantiasa melepas pesonanya
yang akan menjebak manusia mengikuti jalan sesat, jalan iblis. Perempuan cantik
untuk lelaki, materi berlimpah untuk dikorupsi, jabatan yang nyaman untuk
kebutuhan fana. Ini hanyalah segelintir godaan sementara. Sedangkan nikmat tak
terkira besarnya Aku lupakan.
Tujuh
belas tahun aku mengenal Islam, agamaku. Namun aku merasa belum benar-benar
mengenal dan tahu serta tak menjalankan ajaran agamaku ini. Shalat aku
lalaikan, jarang berbuat baik kepada orang tuaku, merusak alam, tak berbuat
baik terhadap makhluk lain. Parahnya lagi aku sombong, aku ego dan tak mau
mengakui kesalahanku. Oh…Allah ampuni Aku. Aku lalai. Berlumur dosa. Aku selalu
lupa denganmu dan mengkhianati perintahmu.
Setiap
kali datang panggilan-Mu, Aku lebih mementingkan urusan duniaku yang fana, tak
kekal, dan penuh dengan pelanggaran atas jalan-Mu. Sekarang Aku bingung apakah bagaimana
Aku memohon maaf. Apakah Kamu dengan mudah memaafkanku?
Aku
takut dan malu berdoa maaf terus karena pasti Aku langgar lagi. Ya, Aku pesimis
akan menjalankan perintahmu dengan sempurna. Aku bukan nabi. Aku juga bukan
wali dan kyai yang telah Kau takdirkan dan Kau latih mejadi wakilmu untuk
menjalankan nilai-nilai luhurmu. Aku takut menjadi pembela agamamu jika hanya
membenci makhluk lain seperti iblis dan pengikutnya, ciptaanmu juga. Aku hanya
mau hidup damai dengan makhluk lain. Apakah Aku salah? Jika Aku membenci Iblis apa
bedanya Aku dengan mereka yang membenci manusia.
Seandainya
Aku mempunyai permintaan, maka aku minta saja menjadi tempat dudukmu, jika ada,
yang akan selalu berada di bawahmu. (*)