Sejak zaman Yunani kuno orang-orang telah banyak
memperbincangkan dan mempertanyakan darimana manusia berasal dan tujuan manusia
diciptakan. Plato, Aristoteles, Carolis Linnaeus, Galileo, Kepler dan banyak
lagi ilmuwan mempertanyakan asal usul kehidupan manusia. Aristoteles (384-322
SM) terkenal dengan teori yang kita sebut dengan teori Abiogenesis. Teori
Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi
ini berasal dari benda mati yang berasal dari lumpur. Teori ini bertahan dan
menjadi keyakinan ilmuwan hingga abad 17.
Namun pendapat Aristoteles dibantah oleh ahli yang tak
sepaham dengan teorinya dan memunculkan teori Biogenesis. Teori Biogenesis
adalah suatu teori yang mengemukakan bahwa asal kehidupan suatu makhluk hidup
berasal dari makhluk hidup pula. Semboyan teori Biogenesis adalah “omne vivum
ex ovo” (makhluk hidup berasal dari telur) “omne vivum ex vivo” (makhluk hidup
berasal dari makhluk hidup yang telah ada). Pernyataan inilah yang
menginspirasi pemuda asal Shrewsbury, Shropshire, Inggris, Charles Robert
Darwin. Mahasiswa Teologi Universitas Cambridge. Minat tersebut mendorongnya
bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran dengan sebuah kapal bernama
H.M.S. Beagle, yang berangkat dari Inggris tahun 1832 dan mengarungi berbagai
belahan dunia selama lima tahun. Darwin muda sangat takjub melihat beragam
spesies makhluk hidup, terutama jenis-jenis burung finch tertentu di kepulauan
Galapagos. Ia mengira bahwa variasi pada paruh burung-burung tersebut
disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan pemikiran ini, ia menduga
bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada konsep "adaptasi
terhadap lingkungan".
Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak diciptakan
secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang sama dan
menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Namun Darwin saat itu tak mampu menjelaskan
tentang variasi pada mahkluk hidup. Hal ini pun Ia tuliskan tentang
keragu-raguan di dalam bukunya The Origin
of Species pada bab Difficulties of
the Theory. Kesulitan-kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan
organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan
dengan konsep kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap
kesulitan-kesulitan ini akan teratasi dengan penemuan-penemuan baru.
Namun sapa nyana banyak orang
mengartikan negatif penemuan dari Darwin ini. Bahkan sebagaian pemuka agama
menyatakan Darwin sesat. Namun tak sedikit ilmuwan dan pemimpin kala itu yang
menganggap Darwin adalah inspirasi. Harun Yahya menyebut Hitler, Musolini dan
Karl Max adalah pengikut Darwin. Hitler dengan Nazi-nya jelas-jelas menganut
dan menerapkan paham Darwinisme yang menyatakan bahwa spesies yang unggullah
yang akan survive, sementara spesies
yang lemah akan punah. Dengan menempatkan bangsa Jerman sebagai ras Arya yang
unggul, dia melakukan pembantaian terhadap jutaan kaum Yahudi dan kaum lainnya.
Meski sudah tiada, saat ini pengaruh orang–orang tersebut tidaklah sepenuhnya
hilang.
Teori ini
menurut saya berakhir pada perdebatan siapa pencipta manusia dan mahkluk hidup
lain. Saling silang pendapat tak akan pernah berakhir hingga bumi ini
benar-benar musnah. Kematian tokoh akan memunculkan orang-orang lain dari paham
matearalis dan paham agama. Apakah Tuhan akan duduk manis dan menjadi penonton
saja atas perdebatan ini?
Evolusi Manusia Modern
Teori Darwin yang menyatakan bahwa
hanya mahkluk yang mampu beradaptasi yang akan bertahan, menurut saya adalah
sebuah kebenaran absolut. Masyarakat modern sekarang mempraktekkan hal itu.
Teori adaptasi dan seleksi alam tertanam dalam jiwa manusia saat ini. Semboyang yang terkenal adalah siapa yang
kuat akan bertahan yang sering disebut hukum rimba. Contoh kecil, Anda tak akan
bisa menjadi seorang pemimpin daerah jika tak mempunyai uang dan pengaruh.
Hanya orang-orang berduit banyak yang bisa menjadi bupati dan gubernur, bukan
seorang ilmuwan yang hanya mengandalkan kecerdasan dan kepintaran.
Evolusi manusia modern berawal sejak Revolusi Industri di
Francis. Semua kegiatan manusia dibantu dengan mesin. Transportasi, makanan,
pertanian, hingga peralatan senjata, semua diproduksi secara
massal. Petani bermigrasi menjadi buruh pabrik, sawah dan kebun mereka
tinggalkan. Anak desa tak mau menjadi petani, maunya menjadi pegawai kantoran.
Anak nelayan tak mau menjaring ikan, maunya menjadi aparat negara. Mahasiswa
tak mau jalan kaki maunya naik motor atau mobil ke kampus. Pemimpin tak mau
mengunjungi rakyatnya maunya dia yang dikunjungi. Namun beda cerita jika
pemilihan akan dimulai. Semuanya ingin kemudahan. Semuanya membutuhkan energi
besar.
Sejak Revolusi Industri memang semua menuntun manusia pada
kemudahan. Ingin makan ada makanan cepat saji, Ingin bertemu kolega dan
keluarga ada telpon dan internet. Ingin ke Jakarta tinggal naik pesawat, dua
jam kemudian sampai ke Ibukota Indonesia.
Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bapennas) tahun 1999 produksi Indonesia Bahan Bakar Minyak dan bahan bakar
fosil berupa gas alam, panas bumi, batubara
mencapai 95%. Konsumsi kebutuhan energi di Indonesia berdasarkan kebutuhan
rumah tangga, transportasi dan industri berdasarkan Outlook energi Indonesia
tahun 2011 yang dikeluarkan BPPT, dijelaskan bahwa konsumsi energi pada kurun
waktu 2000 – 2009 meningkat dari 709,1 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 865,4
juta SBM pada tahun 2009 atau meningkat rata-rata 2,2% pertahun. Sumber energi
yang digunakan sebagian besar masih bergantung dari energi yang berasal dari
fosil. Hal ini tak jauh berbeda dengan sumber energi Indonesia tahun 2012.
Hasilnya atmosfir dipenuhi dengan gas CO2, yang
sangat beracun untuk manusia dan hewan tingkat tinggi. Panas bumi meningkat, pencemaran
lingkungan tak terkendali, percepatan pencairan es di kutub utara, anomali cuaca,
kekeringan, kebanjiran, dan kekacauan yang membuat dunia ini semakin cepat musnah.
Manusia telah membuka kotak Pandora berupa fosil mengandung
CO2 yang dikubur oleh Tuhan di dalam perut bumi. Hingga datang manusia yang
lapar akan energi dan ingin hidup mudah. Sehingga menyebabkan bumi ini akan
kembali ke masa awal bumi menurut paham Abiogenesis, dimana tak ada manusia,
hewan multiseluler, dan tumbuhan tingkat tinggi. Hanya ada hewan uniseluler,
panas bumi mencapai 4.000-5.000oC. Keadaan ini tidaklah mustahil
terjadi melihat fenomena sosial dan alam yang terjadi.
Tak dapat ditampik lagi bahwa Revolusi Industri telah membawa
kehidupan mahkluk hidup tak terkecuali manusia semakin dekat dengan penderitaan
dan kehancuran. Manusia kembali lagi ke titik nol, titik awal asal usul mahkluk
hidup menurut sekali lagi teori Abiogenesis.
Manusia cuman memperlambat kehancuran bumi. Suhu di bumi
mencapai kenaikan 1 derajat setiap tahun. Apalagi ditambah dengan aktivitas
berupah penggunaan gas karbondioksida dan beracun lainnya secara berlebihan.
Maka, kehancuran mahkluk hidup akan lebih cepat lagi. Solusinya porsi energi
terbarukan mesti lebih banyak. Sumber energi mesti ramah lingkungan. Energi
nuklir mesti dilirik. Pusat alam semesta menggunakan energi nuklir yang bisa
dikonversi ke bumi. Anak cucu kita mempunyai hak untuk hidup di bumi ini
nantinya. Keputusan terakhir semua kembali pada kesadaran diri dan pemimpin
politik semua Negara. Apakah akan memperlambat atau mempercepat kehancuran
bumi. (*)
0 komentar