Jalangkote dan Bakwan untuk Kelangsungan Sekolah Salsabila Ramadhani

By hasim.id - 14.31

Salsabila Ramadhani (7 tahun) menjajakan Jalangkotenya di Warung Kopi Ming, Kompleks Permata Mutiara, Makassar, Sulsel, Rabu (25/11/2020)

Salsabila Ramadhani (7 tahun) saban hari keliling berjalan kaki. 

Tiap hari dia ke warung kopi kawasan ruko Permata Mutiara, Jl Daeng Tata Raya, Makassar, setelah asar. 

Bukan minum kopi atau
sekadar nongkrong. Salsa nama panggilannya, menjajakan dagangan kue. 

Ia adalah warga Jl Daeng Tata 1, Kelurahan Bonto Duri, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. 

Sehabis belajar online atau daring, murid kelas 1 SD Negeri Inpres Malengkeri Bertingkat itu menjajakan jalangkote dan bakwan. 

Jalangkote adalah kue khas Makassar.  

Bentuknya serupa kue pastel. 

Struktur jalangkote ada dua, kulit dan isi. 

Kulitnya berbahan terigu. 

Isi jalangkote adalah irisan telur rebus, potongan kentang. Biasanya ada tambahan wortel dan bihun. 

Jalangkote dimakan bersama sambal cair. Campuran cuka dan cabe.

Bakwan adalah gorengan khas Makassar. 

Adonan gorengan ini berisi terigu, irisan wortel, seledri, daun bawan dan campuran air. 

Jualan gorengan ini dia lakoni sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). 

Covid-19 mewabah di kota Makassar, sejak Maret 2020 hingga saat ini. 

"Cari uang tambahan beli kuota Kak," ujar Salsa sembari menatap Tribun. 

Salsa baru menjajakan Jalangkote dan Bakwan setelah selesai belajar daring. 

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meliburkan sekolah tatap muka selama pandemi. 

Kementerian lalu menggantinya pembelajaran melalui belajar di rumah via daring, kala pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia. 

Sekolah daring atau belajar di rumah sudah berlangsung 8 bulan hingga saat ini. 

Salsa menceritakan saat Covid-19 mewabah di Makassar, guru meliburkan sementara sekolah. Sekolah ini terletak di kompleks Tabaria, Jl Tabaria Blok F2 No 1. 

Saat libur, guru meminta Salsa dan teman sekelasnya tetap belajar. 

Lepas dua bulan belajar di rumah, Mei 2020, guru Salsa meminta murid mengerjakan tugas. 

Setelah tugas selesai baru dikirimkan melalui surat elektronik atau email. 

Salsa jadi gusar. Ia tak tahu caranya. 

Tugas itu dia lapor ke ibunya. Ibu meminta solusi ke guru. 

Penjelasan guru, selama di rumah murid  harus belajar daring. 

Setiap siswa minimal punya smartphone atau ponsel pintar. 

Smartphone ini punya fasilitas internet untuk kirim tugas. 

Kedua orang tuanya pun memberanikan diri beli smartphone. Tapi dicicil di multifinance. 

Multi finance adalah perusahaan pembiayaan yang bergerak membiayai kebutuhan barang pelanggan. 

Multifinance ini memberikan pinjaman jangka pendek untuk kebutuhan sehari-hari pelanggan. 

Dalam struktur lembaga keuangan, Multifinance adalah salah satu jenis Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). 

LKBB adalah sebuah badan yang menghimpun dana masyarakat dengan mengeluarkan surat-surat berharga. 

Selanjutnya, LKBB menyalurkannya untuk pembiayaan kepada masyarakat dengan sistem pinjaman. 

Pinjaman ini berangsur dikembalikan pelanggan kepada LKBB selama beberapa bulan. Tentu disertai dengan bunga.

"Tapi, tidak cukup uang na mama ku jadi saya bantu jual jalangkote," katanya. 

Hasil jualan jalangkote dan bakwan pun dia tabung. 

Itu jadi pembayar utang tiap bulan ke lembaga multi finance. 

Setiap hari, ibu Salsa dibantu ayahnya menyiapkan dagangan. Ayah pergi ke pasar membeli bahan. 

Ibu mengolah bahan. Sehabis itu, ibu memasukkan jalangkote dan bakwan ke kotak makanan. 

Awal jualan, Salsa sering kali ditolak. Dia disangka pengemis. 

"Sering ada kasi ka' uang," ujarnya. 

Apakah Salsa berubah haluan jadi pengemis? 

"Tidak mau ka' kak. Mau terus ka sekolah. Saya jual jalangkote saja," katanya. 

Salsa pun beranjak. Sambal cair dia masukkan ke kantong plastik. 

Sekotak kue Jalangkote dan Bakwan kembali dia jajakan ke pelanggan lain. (*)
 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!