Kemiskinan masih saja menggerogoti
Indonesia bahkan makin menjungkalkan rakyat ke lembah kemiskinan. Belum lagi ledakan
jumlah penduduk yang makin tak terkendali. Maka kemiskinan semakin holistik. Bank
dunia menyatakan kemiskinan di dunia karena laju inflasi yang semakin
signifikan. Tahun 2012, penduduk miskin di pedesaan 5,08 persen lebih tinggi
ketimbang inflasi nasional yakni sebanyak 4,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang menjangkau
6,0 persen ternyata hanya dinikmati oleh kalangan menengah dan atas. Itupun
mereka berada di sektor jasa bukan riil. Maka tak jarang harga distribusi, administrasi
dan jasa lainnya lebih tinggi ketimbang harga barangnya. Harga di pusat barang tak
sama dengan harga di pasar. Hal ini karena biaya jasa sangat tinggi. Bandingkan
saja harga duren di Palopo dan Makassar bisa lima kali karena besarnya biaya
administrasi dan ongkos distribusi.
Sektor pertanian yang menjadi modal
utama swasembada sangat tak diperhatikan. Daerah potensial tak mendapat porsi dan
perhatian pemimpin. Pemimpin daerah hanya fokus kepada sektor jasa seperti
pajak dan komisi pengerukan tambang. Mestinya pemerintah memberikan perhatian
penuh pada petani dan nelayan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyediakan
pelatihan. Pemerintah membuka investasi kepada pengusaha yang bisa
membangkitkan gairah petani dan nelayan.
Sebagai contoh, Pangkep mempunyai lahan
yang bagus untuk nelayan. Namun harga ikan dan hasil empang mereka selalu tak
bersaing karena tak ada perusahaan yang dapat membeli dengan harga layak. Selain
itu ongkos untuk mengirim ke daerah potensial sangat mahal. Harga ikan pasti
akan turun karena sudah tak segar lagi. Selain itu tak ada kebijakan untuk
memberikan mereka modal untuk meningkatkan usaha.
Perusahaan yang ingin berinvestasi
selalu terkendala dengan biaya lahan dan administrasi yang sangat mahal. Jadi,
belum bangun perusahaan sudah ditagih dengan harga “selangit”. Maka tak jarang penambak
ikan selalu dalam lingkaran kemiskinan.
Begitupun dengan daerah lainnya. Kalangan
petani atau butuh mesti difasilitasi dengan baik supaya sedikit demi sedikit kemiskinan
bisa teratasi.
Majukan Teknologi melalui Universitas
Sulawesi Selatan yang didapuk sebagai
lumbung beras dan hasil-hasil pertanian terancam tak bisa memberikan “makan”
kepada masyarakat Indonesia yang semakin padat. Jika provinsi ini masih
dipercaya maka diperlukan teknologi untuk menopang label tersebut.
Rencana pembangunan rel kereta api
Makassar- Parepare perlu dipercepat. Pembangunan infrastrukur ini memang belum dibutuhkan
saat ini. Namun melihat perkembangan jumlah dan keinginan penduduk, kereta api
di Sulsel sangat dibutuhkan 10-15 tahun ke depan.
Selain itu teknologi pertanian dan
perikanan di Sulsel perlu direforamsi karena daerah-daerah potensial masih
menggunakan teknologi konvensional. Belum lagi pengetahuan mereka sangat
terbatas tentang mengelola hasil bumi. Di sinilah tugas pemerintah dan
universitas. Universitas secara langsung mempunyai tanggung jawab untuk
mencerdaskan masyarakat di sekitarnya.
Selama ini universitas tak mempunyai
andil besar dalam memajukan masyarakat. Hal ini terjadi karena proyek yang
dibentuk selalu skala makro. Artinya tak menyentuh ke hal-hal teknis dan
sederhana buat petani dan nelayan. Selalu saja mengarah ke arah kebijakan
pemerintah. Skala mikro selalu terabaikan seperti mengajarkan cara mengolah
hasil tani hingga layak jual.
Setiap daerah hanya mencetak sarjana
“jago bicara” tapi tak bisa kerja untuk masyarakat. Maka tak jarang sarjana non
politik seperti sarjana kesehatan masuk ke ranah politik alias salah jurusan. Yang
seyogiyanya bukan domain ilmunya.
Sederhananya ilmu mereka tak bisa
digunakan untuk masyarakat. Hal ini disebabkan karena penelitiannya tak bisa
dipraktekan di kalangan masyarakat. Mereka juga tak mem-publish hasil ini kepada masyarakat terkait. Maka ide ini hanya
akan menjadi “teman” rak-rak buku di perpustakaan.
Intervensi Kebijakan
Sederhanyan pemerintah secara tak
langsung telah menyengsarakan rakyat melalui kebijakan yang tak pro. Pemerintah
harus tegas dalam mengentaskan kemiskinan. Pemerintah mesti mengintervensi tuan
tanah supaya tak membuat aturan sendiri dan membuat harga sendiri. Memecat
oknum rugulator yang memainkan harga selangit dan pungli. Menghapus makelar dan
menjamin posisi penyewa tanah (baca: buruh).
Ke semua hal diatas diperkuat dengan
teknologi dan pendidikan yang merata. Memberikan standar hidup yang layak bagi
petani. Karena nafas ekonomi ada pada nelayan dan petani. Dengan begini maka
masyarakat akan terlepas dari cengkraman kemiskinan yang turun temurun selama
ini. (*)
0 komentar