*Akibat Perang Sipil dan Bencana Alam
“Recall the face of the poorest and weakest man you have seen, and ask yourself if this step you contemplate is going to be any use to him.”
Kurang lebih begini arti kata Mahatma Gandhi pada tahun 1948,”
Ingat wajah orang yang paling miskin dan paling lemah yang Anda lihat, dan
tanyakan pada diri Anda jika itu Anda, Jika anda merenungkan akan menjadi
berguna bagi dia."
Ini adalah tantangan masa kini, ketika kita mempertimbangkan
nasib 30 juta anak-anak yang mengungsi dari rumah mereka saat perang sipil dan
bencana alam.
Saat ini, mereka cenderung menghabiskan mereka usia sekolah
tahun tanpa memasuki kelas, bakat mereka tak berkembang dan potensi terkunci.
Menurut laporan Gordon Brown (Special Envoy for Global Education, United Nations), sebanyak 75 juta anak muda pendidikannya terganggu oleh konflik dan krisis.
Ketika terjadi bencana, meraka hanya dapat digambarkan
sebagai “mangkuk” pengemis untuk komunitas donor dunia.
Dalam keadaan seperti itu, hak atas pendidikan menjadi sangat
"mewah."
Sementara Peacekeepers PBB, organisasi didanai
atas kontribusi negara-negara anggota donor, melaporkan jutaan anak-anak yang
terlantar akibat krisis tidak memiliki jaminan dari siapa pun atas sekolah
mereka.
Perang Sipil Suriah, sekarang memasuki tahun keenam, dan ulang tahun pertama gempa Nepal - dua bencana yang telah memaksa jutaan anak lagi ke jalan-jalan.
Ini sebagai pengingat yang menyakitkan bahwa kita kekurangan
sarana untuk membangun kelas untuk anak-anak kembali ke sekolah.
Ini menjadi ancaman untuk semua negara, termasuk Indonesia. (*)
0 komentar