Bocah Pengemis dan Revolusi Pemerintahan

By Unknown - 21.33



Bajunya lusuh. Rambutnya acak-acakan. Sebuah kardus kecil di tangannya. Namanya Alif. Ia menenteng kardus itu kemana-mana. Meminta kepada siapapun yang dia temui.

“Minta uangnya pak.”

Saat itu juga lelaki itu mengeluarkan seribu rupiah. Senanglah Alif. Berlari kegirangan.

Namun seorang bapak lainnya menegur si pemberi uang. “Perlakuan bapak dengan memberikan uang kepada si anak itu tak akan menyelesaikan permasalahan. Ia akan tetap mengemis.

Benar sekali. Penyataan si bapak memang benar. Namun apakah haram jika kita berbagi dengan sesama. Apalagi tangan-tangan pemerintah tak menyentuh mereka. Jika pemerintah bertindak pasti tak akan ada pengemis. Apalagi mereka adalah bocah. Mereka seharusnya menikmati masa kecil dengan belajar dan sekolah. Namun nasib membuat mereka tak bisa menikmati masa sekolah. Mereka harus turun ke jalan, mengemis. Karena tak ada tempat yang bisa mempekerjakan mereka.

Banyak spekulasi yang berkembang alasan anak-anak ini menjadi pengemis. Seperti preman yang menjadikan mereka sebagai pengeruk uang, orang tuanya menyuruh mereka mencari uang dengan jalan ini, persoalan finansial yang kurang memadai hingga inisiatif mereka sendiri untuk mendapat sesuap nasi.

Namun penulis berpikir di sinilah peran pemerintah yang kurang. Lembaga sosial yang dibentuk belum dapat mengentaskan kemiskinan secara holistik dan komprehensif.

Cara pemerintah yang menggunakan sistem birokrasi yang rumit memang tak relevan lagi dengan keadaan masyarakat sekarang. Penduduk mengalami sebuah kondisi yang dinamakan the new era sociality. Era dimana penduduk semakin susah untuk bekerja sama tanpa ada keuntungan material, seorang tak mau lagi bekerja keras, selalu mau instan, pragmatis, individualis, dan ketidak jujuran merajalela.

Membiasakan yang biasa bukan membiasakan yang benar.

Revolusi peran pemerintah

Peran pemerintah sekarang memang sudah waktunya mengalami perubahan total. Pemerintah seharusnya tak lagi sungkang untuk turun langsung ke masyarakat. Hidup sederhana. Menanggalkan gengsi dan ingin bersifat sebagai raja. Memberikan contoh konkret tentang cara hidup yang benar kepada masyarakatnya.

Kita masih ingat dengan para pemimpin politik Madinah pada awal Islam berdiri. Mereka memimpin dengan mengutamakan kesejateraan dunia dan akhirat rakyat. Mereka hidup sederhana. Membentuk baitul mal  untuk kebutuhan masyarakat. Mereka lebih memilih mencari nafkah dengan cara berdagang. Tak mengambil sepersen pun dari baitul mal. Bahkan mereka menyumbangkan hampir semua harta untuk rakyatnya. Tak peduli mereka itu beragama apapun-Yahudi, Kristen, dan Islam. Berlatar belakang ras berbeda.

Mereka tak menunjuk anak atau istri untuk menggantikannya setelah pemimpin telah tiada. Nabi Muhammad tak meninggalkan wasiat kepada siapapun untuk menggantikan dia. Baik itu harta dan takhta.

Nabi selalu selalu bekerja untuk kebenaran bukan berdasarkan nafsu dan kepentingan diri sendiri. Nabi menciptakan sebuah tatanan sosial politik yang diciptakan secara bersama-sama bukan secara ad hoc. Sehingga keputusan yang ada tak berubah-ubah sesuai dengan kemauan pemimpin. Hal ini yang menjadi dasar pembentukan konstitusi yang berlaku hampir di semua negara di dunia.  

Fondasi kepemimpinan yang ditetapkan Nabi kita sebut sebagai Piagam Madinah. Konstitusi inilah yang digunakan sahabat seperti Abdullah bin Quhafah at-Tamimi (Abu Bakar as-Shiddiq) dan Umar bin Khattab sebagai “kompas” menjalankan pemerintah selepas nabi mangkat.

Mereka mencontoh kepemimpinan Nabi dalam setiap sendi hidup.  

Bukankah sepatutnya seorang pemimpin juga menjadi manusia yang betul-betul memperhatikan rakyatnya, tak berfoya-foya, bermegah-megah, memperkaya diri, dan berlaku adil. Kalau pemimpin tak demikian maka untuk apa rakyat memilih mereka?

Hal ini terjadi karena sekali lagi pemimpin membiasakan yang biasa tak membiasakan yang benar.

Jika cara-cara memimpin nabi yang diterapkan maka dengan rahmat Tuhan, tak ada lagi anak bernasib seperti Alif, tak akan ada lagi penderitaan, ketidakadilan di muka bumi ini. Selamat memilih pemimpin Anda. (*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar