Islam Bukan Sekadar Dogma

By Hamidah Foundation - 11.54




 
sumber: internet
Selama ini penulis meyakini bahwa agama islam adalah dogma. Kepercayaan atau doktrin yang dipegang oleh sebuah agama. Bukti, analisis, atau fakta mungkin digunakan, mungkin tidak, tergantung penggunaan. Namun makin hari setelah banyak membaca buku dan referensi akhirnya penulis mendapat pencerahan. Islam adalah sebuah jalan menuju Tuhan yang rasional yang bisa dibuktikan dengan cara berpikir ilmiah, masuk akal dan universal. Lebih daripada dogma.

Orang-orang yang membenci Islam saat ini hanya mengenal Agama ini dari orang-orangnya. Dari penganutnya yang belum tentu juga paham mendalam mengenai Islam. Banyak golongan menganggap bahwa mereka yang benar. Keselamatan berada di tangan mereka.

Kiblat ber-Islam seorang penganut memang mengarah ke golongan tertentu. Hingga mereka fanatik dan mengecam golongan yang lain sesat dan menyesatkan.
Bahkan penganut agama mayoritas dan diakui oleh negara tak jarang membunuh seorang penganut yang berbeda dengan pemahaman golongan ini.

Alkisah pada masa kepemimpinan Khalifah Bani Abbasiyah, Al-muqtadir Billah, memerintahkan algojo Abut Haris untuk melakukan eksekusi hukuman mati kepada Al-Hallaj, seorang sufi besar yang pernah dimiliki dunia Islam. Ia akhirnya dihukum pancung setelah dipenjara selama delapan tahun. Al-Hallaj dituduh kafir atas pendapatnya. “Ana Al-haq” (Aku adalah kebenaran) atau Ana Al-lah (Aku adalah Allah). Ucapan kesufiannya inilah menghadapkan Al-Hallaj ke tiang gantungan. Kejamnya lagi, usai melaksanakan ekskusi itu, tubuh Al-Hallaj dibiarkan membusuk di atas tiang gantungan.

Menurut Said Agil Al-Munawar, Kasus Al-Hallaj menggoreskan kepedihan mendalam pada nurani sejarah. Kematiannya memercikkan sentimen publik tentang perebutan makna dan hak istimewa “atas nama Tuhan” untuk mematikan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat.

Kasus yang sama pula dialami oleh Syekh Siti Jenar. Ia dianggap menyimpang oleh pengikut wali songo dengan mengatakan “manunggaling kawulo lan Gusti” yaitu, “bersatunya manusia dengan Allah”.

Naas ulama ini mengakhiri kematiannya sendiri karena tak ingin pertumpahan darah terjadi antara sesama penganut Islam kala itu.

Terkadang umat Islam menghalalkan pembunuhan dengan mengikutikan nama Tuhan di dalamnya. Padahal tak ada legitimasi untuk menghukum seseorang bahkan membunuh atas nama Tuhan. Semua berbicara ”atas nama Tuhan” yang justru Tuhan melarang perbuatan mereka yang membunuh dan menindas manusia lainnya.  

Penganut Islam seakan-akan pahlawan yang menganggap Tuhan tak berdaya hingga harus dibela. Tuhan bagaikan korban. Hingga untuk persoalan membunuh menjadi halal jika membela agama Tuhan. Sudah cukup darah dan penderitaan umat manusia tumpah membela Tuhan.  

Bukankah lebih baik jika kita mengurus perilaku masing-masing. Jangan sampai curiga dan membenci justru akan membawa kita masuk ke dalam penderitaan yang sesungguhnya akhirat kelak. Jangan sampai! (*)


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar