Seminggu
kemudian Erni pindah rumah. Kami tak tahu alamatnya sekarang. Menghilang tanpa
kabar. Tak pamit pada kami, sahabatnya. Aku dan Raya bertanya-tanya. Mengapa
Erni melakukan hal demikian?Apakah ada
hubungannya dengan kedatangan lelaki misterius ketika Erni melahirkan?
Dugaan kami
memang tak salah. Lelaki yang datang erat kaitannya dengan Erni. Lelaki yang
datang di hari kelahiran anak Erni adalah Razak. Lelaki yang menghamili Erni. Aku
tak habis pikir mengapa Erni kembali ke pelukan Razak. Mungkin cinta Erni
begitu besar, meski Razak sudah mempunyai anak dan istri. Memang cinta selalu
tak bisa ditebak.
Mulai hari
itu kami tak pernah lagi bertemu dengan Erni. Aku pun mulai melupakan Arsyad
sedikit demi sedikit meski tiap malam wajah dan perhatiannya masih
menghantuiku.
23 Januari
1988, Saat ini Aku dan Raya sudah semester enam. Akhir semester ini kami akan
berangkat Kuliah Kerja Nyata (KKN). Hal ini berarti kami akan segera
menyelesaiakan studi. Kami sudah mempersiapkan semua persiapan menuju tempat
KKN. Aku sudah membeli koper, hasil jerih payahku mengajar sebagai tentor
lembaga bimbingan belajar. Raya! jangan ditanya, dia sudah membeli perlengkapan
dari awal semester enam lalu.
Hari yang
dinanti pun tiba. Aku dan Raya siap untuk menuju rimbah pengabdian. Kami berdua
ditempatkan di daerah yang sama. Kotamadya Parepare. Kata orang-orang Parepare ini
dijuluki Bandar Madani karena di kota ini hampir sepanjang pantainya adalah
pelabuhan. Banyak barang luar negeri melalui pelabuhan ini. Baik yang legal
hingga ‘barang gelap’ alias ilegal. Aku dan Raya ditempatkan di area perbukitan
Parepare, LemoE nama daerah ini. Saya juga heran kok bisa sama dengan Raya.
Mungkin takdir yah. Suasana alam di kawasan ini pedesaannya masih terasa. Tak
sama dengan daerah lain di Parepare. Beton-beton yang mendominasi. Tak jauh
beda dengan Makassar. Namun Parepare sangat bersih.
Rumah staf
kelurahan LemoE pun menjadi posko kami. Kami berlima di sini. Aku dan Raya dari
Bahasa Inggris. Helmi dari Pendidikan Bahasa Indonesia. Budi dari Pendidikan
Sejarah. Terakhir Anti dari Pendidikan Matematika. Kami memilih Helmi jadi
Koordinator KKN tingkat Kelurahan atau lebih keren dipanggil Korlu. Aku menjadi
bendahara. Tak butuh waktu seminggu kami sudah akrab. Tempat KKN bukan hanya
ajang bersosialisasi tapi juga ajang memadu kasih. Namun aku tak mau lagi
menjaling kasih dengan orang lain. Aku sudah merasakan perih dari lelaki. Aku
tak mau merasakannya dua kali.
Hampir dua
minggu kami menempati daerah ini. Hampir semua rumah tokoh masyarakat kami
sudah sambangi. Setelah dua minggu kami berada di posko ini. Tiap pagi
seseorang meletakkan bunga Edelweis. Bungan kesukaanku. Di sana terdapat
sepucuk surat. Untukku. Tertulis dari pengagum rahasia. Romantis sekaligus
misterius. Kenapa ada orang yang menerorku di pagi buta. Aku tak tahu betul
siapa dia. Aku sangat penasaran. Siapa dia. Hatiku seakan kembali terbuka untuk
lelaki. Bunga Edelweis pemberian lelaki misterius itu aku simpan. Aku senang.
Sangat senang. Serasa hatiku ikut berbunga.
Namun semua
bunga di hatiku terasa layu ketika memikirkan Arsyad. Hancur. Aku langsung
membuang semua bunga Edelweis yang diberikan oleh pengagum rahasiaku. Dan
meninggalkan pesan untuknya supaya tak mengirimkan aku bunga lagi. Namun ia
bandel dan tak menghiraukan perkataanku. Dia tetap mengirimi aku bunga. Bahkan
hampir setiap hari. Hingga suatu hari ia menuliskan sebuah surat. Entah ini
puisi atau memang curahan hatinya. Isi suratnya berbunyi:
Pertama aku
mengenalmu, kamu terlihat pendiam, pemalu, jutek dan ada hal yang engkau
takutkan dan benci dari lelaki. Hal ini terlihat dari pandanganmu yang sangat
tajam dan sinis kepada tiap lelaki yang menatapmu. Tak terkecuali aku. Saya
pernah memperhatikanmu dan melempar senyum dan kamu membalasnya dengan muka
datar, pandangan sinis, dan membuang
muka. Ada apa denganmu? Aku merasakan kamu pernah terluka oleh kaum kami. Kaum Adam.
Aku pernah mencoba menanyakan namun kamu seakan melihat kami sebagai musuh dan
harus dihindari. Dari tingkahmu itu membuat hati aku tergerak. Kamu sedang
sakit. Kamu perlu ditolong. Inilah yang menyebabkan aku mengirimkanmu bunga
Edelweis. Supaya kamu kembali ceria. Aku sangat senang melihatmu tersenyum
mendapati bunga ini. Meski setelah itu kamu murung dan kembali sinis pada
lelaki. Aku sangat senang. Saking senangnya. Hingga melompat dan berteriak. Aku
tak tahu ini cinta atau apa. Yang jelas aku suka kamu ceria. Aku tak akan
berhenti mengirimkan kamu bunga Edelweis. Hingga kesedihan kamu benar-benar
hilang. Dari pengagum rahasiamu.
Aku sangat
kaget membaca surat ini. Mengapa dia bisa membaca pikiranku. Aku langsung
menanyakan kepada Raya. Aku curiga ia yang mempermainkan aku dengan menaruh
bunga Edelweis. Hanya dia yang tahu sifatku dan kebencianku pada lelaki. Namun
Raya benar-benar tak tahu. Ia sudah bersumpah bukan dia yang menaruh bunga dan
menulis surat untukku. Teman-teman yang lain juga tak ada yang mau mengaku. Aku
makin bingung dengan surat ini. Entah siapa yang mengirim. Mengapa ada orang
asing yang langsung bisa mengetahui perasaanku. Mana mungkin seorang lelaki
baru, bisa mengetahui perasaanku. Aku
malah curiga itu adalah Arsyad.
0 komentar