Assalamu alaikum warahmatulahi wabarakatuh
Memulai tulisan ini memang menggambarkan jiwa
penulis saat ini. Merasa asing. Merasa seperti alien di negeri sendiri. Nilai-nilai
masyarakat timur seakan tergerus di makan oleh arus luar seperti kapitalisme,
sekularisme dan liberalisme.
Bahkan nilai-nilai kesederhanaan yang dulu ada di
lingkunganku kini terganti dengan dunia megah. Bermegah-megahan. Orang akan
malu jika tak punya harta. Malu jika hidup sederhana seperti Nabi Muhammad. Hidup
miskin namun kaya iman. Orang-orang akan malu jika tak punya mobil. Semua energi
akan dikerahkan untuk semua kesenangan dan gengsi mesti itu sering kali
melalaikan ibadah kepada Allah SWT.
Lihatlah zaman dahulu bangsa muslim kalah karena terlena
dengan kekuasaan. Sehingga melupakan kesederhaan. Negeri berlabel Islam jatuh
karena mengganggap kekuasaan adalah segalanya. Sehingga sama-sama kaum islam
saling benci dan berperang. Peristiwa ini menjadi kesempatan bagi musuh islam untuk
menghancurkan kejayaan Islam. Lihatlah sekarang sesama umat Islam saling
mengaku bahwa golongan-nyalah yang benar.
Penulis tak mau memperuncing perbedaan. Bukankah dari
sejak kita lahir sudah mempunyai potensi perbedaan dari segi lingkungan, adat
istiadat dan bahasa. Selanjutnya apakah kita akan menjadikan perbedaan yang tak
kita kehendaki menjadi dasar untuk saling membenci antar sesama manusia?
Bukankah Islam itu rahmatan lil alamin. Rahmat bagi sekalian umat manusia. Terus
mengapa kita yang berada dalam lingkaran Islam saling membenci. Bukankah
kebencian itu adalah sifat iblis. Terus jika saling membenci, apa bedanya kita
dengan si iblis.
Sekali lagi saya asing di negeri sendiri setelah
membaca raut muka teman-teman tentang keislaman.
Penulis merasa iri dengan muallaf yang berada di
eropa. Negeri yang selama beberapa abad menjadi musuh Islam pada perang salib. Mereka
masuk ke Islam karena mereka mencari dan mendalami agama ini.
Penulis juga tak ingin memaksakan kehendak kepada
pembaca bahwa harus langsung merubah semua sendi-sendi kehidupan kepada nafas Islam.
Bertahaplah. Karena kalau langsung secara serampangan maka akan menimbulkan kekacauan
pada diri. Islam mesti disampaikan seperti angin sepo-sepoi yang menenangkan
bukan seperti anging puting beliung yang akan meluluhlantakan apa yang dilewatinya.
Orang-orang Eropa sudah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
yang baru kita ikuti seperti punya mobil mewah. Lihatlah di Jerman dan Belanda,
orang-orang memilih naik sepeda. Mereka melakukan seseuatu yang mempunyai
esensi (berguna). Justru bangsa kita baru memulai aktivitas tak berguna seperti
menggunakan narkoba, clubbing, dan hal-hal
tak berguna lainnya.
Katanya gaul. Tapi bukankah ini perbuatan sia-sia
dan terkesan membodohi diri sendiri. Sekali lagi saya merasa asing di negeri
sendiri.
Maka pencarian kesederhanaan itu ada pada Islam. Agama
moyangku. Yah...aku mendapatkan ketenangan setelah melakukan ibadah salat. Agama
yang sesuai dengan ilmu pengetahuan, kiblat orang-orang barat.
Kalau orang luar Islam dengan senang hati masuk
agama ini, mengapa kita malah berusaha untuk meninggalkan ajaran dan perintah
Allah SWT? Wassalam. (*)
0 komentar