Perang Batin

By Hamidah Foundation - 23.14


Beberapa hari yang lalu penulis tercengang membaca berita tentang meninggalnya putera ketiga Mantan Panglima TNI Jend (Purn) Wiranto, Zainal Nurriski (23) di Afrika Selatan. Putra bungsu Ketua Umum Partai Hanura ini, meninggal dunia di Johanesburg, Afrika Selatan, Rabu 29 Mei 2013. Dia menghadap Yang Kuasa saat sedang menuntut ilmu agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Darul Uloom Zakariyya, Afrika Selatan.
Kita tak akan membahas tentang mengapa dan bagaimana cara meninggal anak Wiranto. Tapi kita akan membahas bersama tentang sosok Zainal yang juga seorang pen-dakwa. Ia masih muda. Seumuran dengan penulis. Tapi dia berani dan mau mengambil jalan dakwa. Jalan untuk menginformasikan agamannya. Jalan mencari Tuhan.

Setelah lepas dari bangku SMA. Inal, sapaan akrabnya, sudah tertarik untuk berdakwa. Sejak itulah ia memperdalam ilmu islam hingga ke Arab, India dan Pakistan. Hingga ia ikut jamaah Tabligh untuk menyiarkan agama islam.

Setelah membaca beberapa artikel mengenai Inal, maka penulis berpikir dan berdiskusi dengan ‘hati’.  Sejauh mana peran saya untuk kehidupan akhirat? Apakah sekarang saya sudah ada di jalan yang benar? Apakah setelah mendapatkan uang, rumah, motor akan memberikan kontribusi untuk akhirat? Apakah nikmat Allah sudah saya balas atau setidaknya berniat untuk membalas meski mustahil membalas nikmat-Nya? Apakah dengan aktivitasku sekarang adalah pro pencipta atau malah menjadi pengkhianat atas janji sebelum lahir? Entahlah.

Namun satu yang pasti  saya meyakini masih jauh dari kategori membela agama. Nafsu masih dominan. Menyelimuti hampir semua aktivitas keseharian. Persoalan kedekatan dengan pencipta hampir tak ada. Hampir semua aktivitas hanya untuk dunia, dunia dan dunia. Yang fana. Yang hanya persinggahan. Aktivitas menuju akhirat hanya sejam dalam sehari. Padahal justru aktivitas akhirat yang mesti tinggi.

Pertarungan batin antara memikirkan dunia dan akhirat berkecamuk. Memang saat sekarang pekerjaan dan urusan dunia sangat mendominasi. Selain kebutuhan mendesak, selain itu dunialah yang kita rasa sangat nyata. Untuk urusan akhirat seperti khayalan yang tak tentu ada. Kita berpikir akhiratlah yang fana. Namun pemikiran tentang akhirat tak akan datang tanpa kita ilmui. Ibarat bermain biola. Orang yang tak berilmu akan memainkannya dengan suara fals dan tak enak. Sedangkan orang yang berilmu akan memainkan biola dengan suara merdu dan tak jarang membuat orang terhanyut hingga ingin memainkan biola juga.

Kita belum tahu ilmunya sehingga sekarang akhirat tak perlu. Malah sering kita anggap adalah sebuah omong kosong. Namun apakah kita sudah membaca semua referensi atau berdiskusi dengan penggiat atau pemuka agama atau orang yang pro akan adanya akhirat sebelum mengatakan pro atau kontra. Jangan-jangan cuman pikiran atau cuman kata-kata dari orang yang juga kontra terhadap akhirat. Bukankah sebelum mengambil keputusan kita mendengarkan atau membaca pihak pro dan kontra?

Orang-orang yang berada pada jalur dakwa seperti telah mendapat ilham tentang kematian dan kehidupan setelah mati atau akhirat. Sehingga mereka sangat getol di jalan tersebut. Bahkan konsekuensi mati adalah hal yang mereka inginkan jika membela agama atau keyakinannya.

Mereka rela meninggalkan semua kesenangan. Mobil mewah. Rumah megah. Kehidupan yang mumpuni. Mau ini dan itu selalu ada. Namun saya berpikir mereka melepaskan hal itu dan membelanjakan harta mereka di jalan Allah hanya untuk satu kata. Keridhoan Pencipta. Hal yang abstrak. Yang tak semua orang percaya. Namun bukankah agama itu abstrak.

Penulis pernah mengikuti kajian jamaah Tabligh sekali. Hasilnya memang membuat penulis sangat takjub. Mereka berani mengajukan diri secara suka rela khuruj (keluar berdakwah) di jalan Allah. Meninggalkan semua aspek keduniawian.

Khuruj versi jamaah Tabligh biasanya dilakukan selama empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain.

Penulis mulai berpikir untuk berada di jalur membela dan hidup untuk Allah. Bagaimana dengan anda? Wassalam. (*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar