Akhirnya kami tiba di depan rumahku. Tak ada seorang pun menyambut
kami. Aku mengajak
Ibnu masuk namun dia tak mau. Nanti ada fitnah katanya. Akhirnya Ibnu
menancap motor cross-nya. Aku
memperhatikannya pulang hingga menghilang di belokan kompleksku. Tak lama Ibnu
beranjak. Erni datang bersama seorang lelaki. Mereka mengendarai mobil Toyota
Avanza. Mereka terlihat akrab. Tak sempat Aku berkenalan, lelaki itu
meluncurkan kembali mobilnya.
“Siapa itu kak?”
“Oh dia temanku di tempat kerja,”jawab kakak singkat.
“Kok tidak mampir dulu?”
“Katanya sedang buru-buru, jadi lain kali dia singgah.”
Aku tak bertanya lagi.
Sehabis mengganti pakaian Aku langsung menuju ruang rahasia. Aku mencari
diary milik ibuku. Aku kembali
membaca bagian selanjutnya. Judul bagian ketiga ini “Aku, Erni dan Raya”.
Dear Diary,
Hari
ini, 28 Oktober 1986, hampir dua bulan Arsyad
meninggalkan Aku. Selama itu pula sakit hatiku menusuk. Aku belum bisa
melupakan Arsyad. Bayang-bayang wajah dan tingkah lakunya masih menghantuiku. Aku
merasa tak berarti lagi hidup di dunia ini tanpa Arsyad. Aku masih tak percaya
dengan keadaan ini. Aku selalu berharap ini adalah mimpi. Hingga Aku terbangun
dan Arsyad sudah berada di sampingku.
Berulang
kali Aku mencoba bunuh diri namun Erni dan Raya selalu menyelamatkanku. Dua Minggu
lalu Aku melakukan tindakan gila, mengiris nadiku. Tak ada seorang pun di kos
malam itu. Erni sedang tak ada di rumah. Raya keluar membeli makanan dan
perlengkapan sehari-hari. Seketika pun darah mengucur. Kucuran darah semakin
deras. Aku hanya menatap kosong waktu itu. Tak memedulikan nasibku akan berakhir.
Hingga Aku tak sadarkan diri. Aku merasa telah mati.
Aku
terbangun dan melihat jarum infus telah menusuk bagian tanganku. Bekas irisan
pisau sudah diperbam. Raya dan Erni telah menungguiku di samping pembaringanku.
“Dimana
Aku?”
“Kamu
di rumah sakit Ainulia,”jawab Erni.
“Di
mana Arsyad?”
“Ainu…
Arsyad tak ada di sini.”
“Dimana
kekasihku?” Suaraku semakin meninggi.
Semua
orang menatapku. Erni dan Raya mencoba menenangkanku. Suaraku semakin keras
saja. Aku menjerit. Histeris. Kamarku menjadi gempar.
“Nyebut
Ainu, nyebut. Astagafirullah!” kata Raya seraya menenangkanku.
Beberapa
saat Aku menjerit, datang seorang suster. Ia menyutikkan sebuah obat penenang.
Aku kembali tak sadarkan diri.
Upaya
bunuh diriku ini tak sampai ke telinga orang tuaku. Mungkin Erni dan Raya tahu
mereka tak akan bisa menerima kenyataan ini. Aku pun tak akan menyalahkan
mereka jika tak memberikan kabar kepada orang tuaku di kampung. Aku juga sadar
akan membuat kecewa jika kabar memalukan ini sampai ke mereka.
Seminggu
Aku rawat inap
di rumah sakit. Uang perawatan dibayar oleh Erni dan
Raya. Uang kiriman bulanan mereka gunakan untuk menuntaskan biaya rumah sakitku.
Saat Aku keluar dari rumah sakit. Raya mengatakan kepadaku ada kiriman dari orang
tuaku.
Isinya sepuluh liter beras, ikan kering, pisang dua sisir dan uang saku
sebanyak Rp10.000 serta sepucuk surat dari ibuku.
Untuk
Anakku tersayang Ainulia,
Assalamu
Alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Bagaimana
kabarmu anakku, semoga sehat wal afiat selalu. Kami di kampung baik-baik saja. Ayahmu
sering menceritakan ananda kepada sanak keluarga di sini. Ia membanggakan ananda
akan menjadi orang sukses yang akan mengangkat harkat dan martabat keluarga. Sampai-sampai
Ayah menolak ajakan besan dari kepala desa. Katanya, “Anakku hanya akan aku kawinkan dengan pria yang ia cintai,” tolaknya.
Oh iya, Bagaimana kabar pacar ananda, nak Arsyad? Semoga dia juga sehat. Sampaikan rasa terima kasih kami kepadanya
atas kiriman pakaian dan kebutuhan pokok lainnya. Ayahmu juga selalu
membanggakan pacarmu itu. Ia menceritakan kepada hampir semua orang kampung
bahwa ananda menjalin kasih dengan anak orang kaya. Ibu malu karenanya. Tapi
entah mengapa ayahmu masih saja percaya diri akan ucapannya.
Sudah dulu yah Ainu, kalau ananda sempat balas surat
ini! Jaga kesehatan! Banyak belajar! Doa kami mengiringimu selalu.
Assalamu alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Ibu dan Ayah
Air
mataku mengalir sejadi-jadinya setelah membaca surat ibu. Aku semakin terpukul. Merasa
bersalah. Ibu masih menganggap Aku dan Arsyad masih bersama. Aku tak akan bisa
melihat reaksi ibu dan ayah jika melihat keadanku saat ini. Apalagi jika mereka
mengetahui bahwa Aku sudah tak menjalin lagi hubungan dengan Arsyad. Pasti Ayah
akan syok dan bias-bisa
mengikuti jejakku untuk bunuh diri. Aku tak mau mereka mengetahui keadaanku
ini. Aku pun mengatakan kepada Raya dan Erni untuk tak memberitahukan keadanku
kepada mereka.
Tak
ada yang berubah setelah Aku keluar dari
rumah sakit. Hatiku tetap gundah gulana.
Wajah Arsyad masih terlukis dibenakku. I still remember my lovely. Apalagi kata-kata ayah
yang membanggakan Arsyad semakin menggerus hatiku. Sejak saat itu, hatiku tak
lagi mempunyai ruang untuk lelaki lain.
Raya
dan Erni mencoba mengobati luka batinku dengan mengajakku jalan, menyibukkanku
dengan aktivitas kuliah, mengajakku masuk ke lembaga kemahasiswaan, hingga
mengenalkanku dengan lelaki lain.
“Ainu…besok
kita jalan-jalan ke Air Terjun Takapala, Malino yuk,” ajak Erni.
“Benar
Ainu, aku
juga mau berwisata nih, apa
lagi libur akhir semester ganjil,” sambung Raya.
Aku
hanya terdiam dan menganggukkan kepala. Pertanda setuju.
Hari
libur yang dinanti Erni dan Raya pun tiba. Mereka mempersiapkan keberangkatan
kami. Bekal perjalanan, pakaian ganti, akomodasi, dan carter mobil pun
mereka sudah urus. Aku tinggal berangkat. Biaya tak ada yang kutanggung. Semua
mereka yang bayar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya hawa dingin Malino
menyambut kami. Kabut menghalangi pemandangan. Rendahnya suhu memaksa kami
memakai baju berlapis tiga. Kami bermalam
di penginapan dekat Air Terjun Takapala. Dua hari kami di Malino.
Hawa dingin Malino mampu membekukan traumaku. Aku sudah dapat tersenyum.
Keceriaanku kembali sedikit demi sedikit. Aku sudah dapat mengobrol lepas
dengan sahabatku Erni dan Raya.
Sepulang
dari Malino, Aku kembali beraktivitas seperti biasa.
Upaya
mereka sejengkal demi sejengkal membuahkan hasil. Aku sudah tak mengurung lagi
di dalam kamar. Aku sudah tak mau lagi bunuh diri. Tapi untuk urusan membuka
hati pada lelaki lain belum bisa Aku lakukan.
Aku
pun tak pernah lagi melihat Arsyad. Kata teman-temannya, ia pindah kuliah ke Jakarta. Aku
juga tak terlalu memedulikan dia.
Rasa ketergantunganku
kepada Arsyad sudah sirna. Untuk memenuhi kebutuhanku Aku mulai kerja paruh
waktu. Mengajar privat untuk anak SD hingga SMA, Aku ambil. Bekerja kasar di
rumah makan pun, Aku sambar. Hasil dari kerjaan ini sudah mampu membiayai kuliahku
dan kebutahanku sehari-hari. Aku mulai berpikir untuk bekerja lebih keras lagi untuk
mengirimi orang tuaku uang.
Dear
Diary
16
September 1987, Setahun berselang, setelah Aku merasakan pedihnya ditinggal
kekasih tanpa alasan yang jelas. Aku sudah menjadi orang yang baru. Tahun ini
memasuki satu setengah tahun Aku
menjadi mahasiswi di kampus Unesa. Kesibukkanku semakin bertambah. Aku juga
menjadi fungsionaris di lembaga kemahasiswa yang bergerak di bidang HIV/AIDS.
Kuliahku
selesai sore ini.
Aku, Erni, dan Raya berencana akan pulang bersama. Namun entah mengapa Erni
membatalkan pulang bersama. Katanya dia
akan ke toko serba ada (Toserba) untuk membeli sesuatu.
“Kalian
duluan aja pulang, ada yang mau saya beli di Toserba
dekat kampus,” kata Erni.
“Kami
temani yah,” timpal kami bersamaan.
“Tidak
usah, saya hanya sebentar,”selah
Erni.
Entah
mengapa hari ini Erni bertingkah aneh. Tak biasanya dia pergi sendiri. Biasanya
bersama Aku atau Raya. Tadi pagi memang Erni lama sekali mandi. Biasanya dia
paling cepat mandi. Mukanya pun pucat.
“Kemarin
saya melihat Erni marah-marah di telpon, tapi saya tak mengetahui sebab dia
marah,” ungkap Raya.
Aku dan Raya sudah berada di rumah.
Erni belum pulang. Dia masih belanja di toserba dekat kampus. Lama kami
menunggu namun Erni tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Kami sudah
tidur. Suara teriakan terdengar dari dalam WC.
“
Itu suara Erni,”
kataku pada Raya.
“Benar,
Ayo bergegas ke sana,” jawab
Raya.
Setelah
tiba di depan pintu WC. Tiba-tiba Erni memeluk kami berdua. Ia menangis. Kami
tak tahu sebabnya.
Bersambung di lain kesempatan.....
JANGAN LUPA SUBSCRIBE AKUN YOUTUBEKU!
JANGAN LUPA SUBSCRIBE AKUN YOUTUBEKU!
0 komentar