Malapeteka di Makassar adalah Macet

By Hamidah Foundation - 21.33


Kemacetan yang melanda Makassar belakangan ini memang sudah merisaukan sekaligus menjengkelkan bagi masyarakat. Bagaimana tidak biaya yang dibutuhkan untuk menuju dan keluar pusat kota menjadi besar. Polusi yang ditimbulkan juga semakin tak terkendali, ditambah lagi tingkat stres yang semakin tinggi. Yang berkontribusiterhadap dosa yang semakin banyak mengingat hujatan, teriakan dan emosi dari pengguna jalan yang tak segang-segang dilontarkan kepada pengguna jalan lain.

Empat tahun lalu Makassar memang belum terlalu macet. Menurut data makassarkota.go.id, volume kendaraan tahun 2008 sebanyak 771 ribu. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebanyak 45% yakni 1,7 juta kendaraan baik roda dua dan roda empat. Peningkatan yang signifikan ini tak diimbangi dengan luas jalan dan pengembangan kota untuk menampung jumlah kendaraan yang ada di Makassar saat ini.
Praktis dengan jumlah kendaraan yang terus meningkat kemudian tak diimbangi dengan luas jalan mumpuni, regulasi yang acak-acakan maka bukan tak mungkin dalam kurung waktu lima tahun ke depan Makassar akan menjadi kota yang tak layak huni karena kesulitan orang untuk beraktifitas.

Regulasi Tranportasi Lemah
Pengaturan jumlah dan jalur kendaraan di Makassar memang cukup meprihatinkan melihat data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar, jumlah kendaraan tak sesuai dengan fakta di lapangan atau mengalami penggelembungan. Data kendaraan pete-pete sebanyak 4.253 unit, namun yang beroperasi diperkirakan 8.000 unit.

Namun yang mengherankan adalah data sudah ada di tangan namun kenapa kendaraan yang berjumlah 3000 lebih dari jenis pete-pete ini bisa melenggang bebas menyusuri jalan-jalan di Makassar?
Kasus lain yakni jumlah roda empat milik pribadi di Makassar telah mencapai 40.000 atau lima kali lipat kendaraan pengakut massal yang beroperasi. Hal ini membuat kemacetan pasti lebih parah lagi. Karena jumlah kendaraan milik pribadi biasanya hanya mengangkut maksimal 4 orang. Namun sering hanya satu orang saja.

Pengambilan Surat Izin Mengemudi (SIM) pun sarat akan manipulasi. Seseorang dengan gampang mendapat SIM dengan hanya merogoh kantong sebangak Rp250-Rp300 ribu rupiah. Maka SIM pun sudah ada di tangan dalam hitungan jam.

Izin trayek angkutan umum yang tak lengkap maka akan mudah dinegosiasikan dengan petugas razia.
Selain itu zaman sekarang orang dengan sangat mudah membeli kendaraan. Dengan uang muka Rp500 ribu maka seseorang sudah bisa mendapatkan motor mentereng.

Di sinilah terlihat regulasi tentang lalu lintas di Makassar sangat lemah.

Banyak solusi yang telah diterapkan oleh pemerintah kota Makassar namun tak berhasil mengurai kemacetan. Penutupan jalur memutar dan pelebaran badan jalan di Jalan AP Pettarani, Jalur Fly Over di Jalan Urip Sumoharjo, pembuatan pembatas jalan di jalur protokol. Jalur pejalan kaki di sulap menjadi jalanan kendaraan.  Tapi berakhir dengan kemacetan yang lebih parah. Dana besar untuk proyek-proyek ini tak memberi solusi.

Macet adalah Akibat Sistemik
Kemacetan di Makassar adalah akibat yang sistemik. Mempunyai hubungan dengan angka penduduk, ekonomi, dan kepentingan penduduknya. Angka penduduk dan ekonomi memang sudah jelas. Makin banyak penduduk maka makin banyak yang ingin menggunakan kendaraan. Semakin tinggi strata ekonomi seseorang maka makin kuasa pula Ia menentukan jenis dan jumlah kendaraannya. Selanjutnya adalah kepentingan penduduk. Saya memasukkan latar belakang penyebab macet ini karena mempunyai hubungan dengan keinginan dari masing-masing masyarakat yang ada di Makassar. Seseorang mempunyai kendaraan karena ingin. Entah itu ingin dipuji, dihargai, dipandang mulia, bisnis atau hanya sebagai hobi. Seorang yang ingin dipuji, dihargai, dipandang mulia pasti akan melakukan apapun untuk mewujudkan keinginannya. Termasuk membeli kendaraan yang bagus. Semakin besar bisnis seseorang pasti mempunyai kendaraan banyak untuk mendistribusikan produknya.

Sekarang pemerintah Makassar seharusnya mengubah cara pandang “banyak kendaraan mesti banyak jalan”. Jika sang pemegang kuasa menerapkan prinsip ini maka macet tak akan pernah terhenti. Sebab seperti yang tertera di atas angka penduduk pasti akan meningkat yang biasanya diikuti tingkat ekonomi aktif dan tinggi.

Tiap tahun akan makin banyak orang membeli kendaraan. Kelahiran tak terkendali menyebabkan peningkatan jumlah penduduk. Orang yang sudah membeli motor akan membeli mobil. Tak cukup satu dan merasa model mobil sudah ketinggalan zaman lagi maka orang itu pun membeli mobil baru. Kenapa tidak, rata-rata orang yang mempunyai uang banyak pastinya mempunyai lebih dari satu kendaraan.

Pemegang kuasa di Makassar meski berpikir untuk menaikkan status keluarga berencana dari himbauan menjadi hukum/undang-undang. Cina saja yang sudah menerapkan satu pasangan satu anak tetap kewalahan menekan angka kelahiran. Indonesia khususnya Makassar mesti melakukan pencegahan terhadap ledakan penduduk. Tak ada yang menyangkal jika makin banyak penduduk maka pasti lapangan kerja dan tempat bermukim pasti akan sulit. Tingkat kemiskinan menanjak. Orang-orang yang menderita otomatis bertambah banyak lagi. Apakah pemegang kuasa mengingkan ini?(*) 

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!