Sore yang kelam di rumahku di Jalan daeng Tata Raya
tepatnya nomor 146. Namun suasana kebersamaan di tempat yang lumayan besar ini.
Aku anak kedua, cuman 2 tahun lebih mudah dari kakakku Erni. Aku punya adik
perempuan bernama Raya. Aku sekarang berusia 20 tahun. Empat semester Aku sudah
lalui di kampus Universitas Negeri Sungguminasa atau sering disingkat UNESA. Jurusan
Pendidikan Biologi sudah menjadi pilihanku.
Sore itu aku membuka ruangan yang setahuku tak
pernah aku masuki. Ada banyak kenangan masa lalu. Terlihat ada baju bayi,
mainan yang sudah usang, foto kakakku, dan sebuah album foto. Kubongkar sebuah koper
dan kutemukan diary milik ibuku. Ibuku
memang buka orang suku Makassar. Dia besar di Bandung, Jawa Barat. Ayahnya berasal
dari Pacitan dan ibunya asli suku Sunda.
Buku ini mempunyai kunci, kunci model lama. Aku berpikir
ini pasti sangat rahasia. Karena Aku penasaran tentang kisah Ibuku ketika masih
muda. Aku berniat membongkar diary-nya.
Kuambil besi dan palu. Setelah lama berjibaku dengan kunci kuno ini. Akhirnya
terbukalah diary ini. Tertulis lembar pertama, “Kelakuan yang tak mau Aku
ingat lagi”. Aku semakin penasaran. Aku membaca bagian pertama diary ini.
Dear diary,
21 Juli 1986, Hari ini
pertama aku masuk kuliah. Rasa takut dan bangga tercampur aduk menjadi satu.
Rasa takut karena ospek senior yang begitu sadis. Tak segang menggertak dan menghantam,
apabila ada mahasiswa baru yang lewat di depan mereka. Aku melihat Aidil, teman
angkatan saya, mendapat bogem mentah dari sang senior. Ia langsung terkapar dan
tak sanggup berdiri. Aku sontak histeris. Teman-teman lain semakin takut. Namun
sehisteris dan sekencang kami berteriak, tak ada yang mendengar. Kami berada di
ruangan gelap. Semua kaca ditutupi kertas. Tak ada dosen. Hari ini hari libur. Hari
ini menjadi neraka untuk kami mahasiswa baru.
Aku semakin penasaran tentang kisah ibu ketika masih
menjadi mahasiswa. Aku juga penasaran tentang pertemuan Ibu dengan Ayah. Aku
lanjut membaca. Aku membaca bagian kedua tentang hubungan Ibuku dengan seniornya.
Judul bagian ini Aku dan Seniorku.
Dear Diary,
28 Agustus 1986, Hari
ini aku merasa bahagia sebab Arsyad, seniorku, menyatakan cintanya padaku. Dia
mengatakan sudah lama memperhatikanku. Dengan bujuk rayuannya bisa meluluhkan
hatiku. Cintanya pun Aku terima. Kami berdua jalan. Pertamanya malu-malu jalan
berdua. Sebulan kemudian sudah bergendengan tangan. Semakin lama rasa cinta dan
sayangku sama Arsyad semakin besar. Hingga suatu malam yang dingin dengan hujan
deras di depan tempat kosku. Dinginnya hingga menusuk hingga tulang. Kami
berdua kehujanan. Tak ada satupun bagian dari tubuh ini yang tak basah. Kami
saling memandang hingga secara otomatis kepala kami saling berdekatan. Kepala
kami saling miring. Ia ke kiri sedangkan Aku ke kanan. Mulut kami pun bertemu.
Akhirnya malam itu
menjadi ciuman kami yang pertama. Ciuman itupun menjadi my first kiss. Sekejap kemudian
Aku memaksa melepas. Aku berlari masuk ke kosku. Aku malu. Aku deg-degan.
Ya Tuhan! Apa yang Aku lakukan tadi dengan Arsyad. Maafkan dosaku Tuhan.
Keesokan harinya, Arsyad sudah
menunggu di depan kos. Ia tak henti-hentinya meminta maaf atas perlakuan Dia
semalam. Aku pun luluh akan kata-katanya. “Iya Aku Memaafkanmu,” kataku dengan
kepala tertunduk. Sebenarnya Dia tak sepenuhnya salah. Aku juga salah semalam. Namun
inilah dosa ternikmat yang kami buat.
Akupun merasa marah
atas kelakuan mereka. Perasaan banggaku, sayangku, dan hormatku pada Ibu
semakin terkikis. Aku akan mengungkap kejadian ini kepada Ayah, Erni dan Raya. Namun
Aku masih penasaran dengan kisah Ibu selanjutnya.
bersambung......
JANGAN LUPA SUBSCRIBE AKUN YOUTUBE
bersambung......
JANGAN LUPA SUBSCRIBE AKUN YOUTUBE
0 komentar