Bernostalgia dengan Pacar Kecilku

By Hamidah Foundation - 01.36



Hari ini, 22 Januari 2013, rakyat  Sulawesi Selatan melakukan hajatan besar, memilih gubernur. Karena ini bentuk hak dasar seorang warga, maka pencoblosan pun mesti aku lakukan. Mudah-mudahan pilihan aku tepat untuk memimpin Sulsel. Hasilnya sudah terlihat hari itu juga. Yang menang selamat dan yang kalah juga mesti berlapang dada menerima keadaan ini.  

Tapi fokus tulisan ini bukan pada pemilihan gubernur ini. Tapi pada nostalgiaku dengan teman spesial ketika masih kecil dulu. Sehabis memilih gubernur saat itu juga aku segera menuju kampung halamanku. Naik motor. Bersama dengan ibu. Kami mau menyampaikan kabar, ayahku mau berangkat umroh. 

Tak ada perasaan sama sekali bakal bertemu dengan dia. Sudah 15 tahun aku tak pernah bertemu. Wajahnya pun sudah samar-samar. Kalau bukan ibu yang mengatakan bahwa dia adalah pacar kecilku, aku pasti tak tahu. Aku langsung tersipu malu. Tak bisa berkata apa-apa. Hanya bibir yang saling merekah. Kayaknya dia juga merasakan hal demikian. Aku memperhatikan dia tak banyak berubah. Masih ramah. Wajah tetap sama. Masih cantik. Tinggi semampai. Yang berubah hanya nasib. Dia sudah selesai kuliah, aku masih bergelut pada penyelesaian akhir. Terakhir kali kami bertemu ketika aku masih sekolah dasar. Aku sekelas dengan dia. Karena aku ikut ibuku ke kota. Aku berpisah dengan dia. Ketika masih kecil, kami selalu pergi ke pematang sawah baik untuk menjaga ternak atau sekadar bermain. 

Pertemuan kami tak banyak yang bisa diceritakan. Kami kebanyakan saling memperhatikan. Hanya sekejap kami bertemu. Sebenarnya aku ingin bercerita banyak namun kami mungkin malu. Aku merasa demikian. Aku pun bergumam,”betapa tololnya aku, kenapa hanya diam saja.”

Mungkin di lain waktu jika kami bertemu aku akan berbicara banyak tentang masa kecil dulu. Tentang kebersamaan kami ketika masih berumur puluhan. Memang sejak kecil, ibuku selalu mengusahakan perjodohan kami. Setiap kali ibu mengungkapkan kata-kata perjodohan, aku hanya diam sedangkan dia selalu tersenyum dan menghindar. Aku tak tahu maksud ibu dulu. Sekarang di saat aku tahu, mungkin di hati kami masing-masing sudah ada orang lain.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!