Hari ini, 22 Januari 2013, rakyat Sulawesi Selatan melakukan hajatan besar,
memilih gubernur. Karena ini bentuk hak dasar seorang warga, maka pencoblosan
pun mesti aku lakukan. Mudah-mudahan pilihan aku tepat untuk memimpin Sulsel. Hasilnya
sudah terlihat hari itu juga. Yang menang selamat dan yang kalah juga mesti berlapang dada menerima
keadaan ini.
Tapi fokus tulisan ini bukan pada pemilihan gubernur
ini. Tapi pada nostalgiaku dengan teman spesial ketika masih kecil dulu. Sehabis
memilih gubernur saat itu juga aku segera menuju kampung halamanku. Naik
motor. Bersama dengan ibu. Kami mau menyampaikan kabar, ayahku mau berangkat umroh.
Tak ada perasaan sama sekali bakal bertemu dengan
dia. Sudah 15 tahun aku tak pernah bertemu. Wajahnya pun sudah samar-samar. Kalau
bukan ibu yang mengatakan bahwa dia adalah pacar kecilku, aku pasti tak tahu. Aku
langsung tersipu malu. Tak bisa berkata apa-apa. Hanya bibir yang saling
merekah. Kayaknya dia juga merasakan hal demikian. Aku memperhatikan dia tak
banyak berubah. Masih ramah. Wajah tetap sama. Masih cantik. Tinggi semampai. Yang
berubah hanya nasib. Dia sudah selesai kuliah, aku masih bergelut pada penyelesaian
akhir. Terakhir kali kami bertemu ketika aku masih sekolah dasar. Aku sekelas
dengan dia. Karena aku ikut ibuku ke kota. Aku berpisah dengan dia. Ketika
masih kecil, kami selalu pergi ke pematang sawah baik untuk menjaga ternak atau
sekadar bermain.
Pertemuan kami tak banyak yang bisa diceritakan.
Kami kebanyakan saling memperhatikan. Hanya sekejap kami bertemu. Sebenarnya
aku ingin bercerita banyak namun kami mungkin malu. Aku merasa demikian. Aku
pun bergumam,”betapa tololnya aku, kenapa hanya diam saja.”
Mungkin di lain waktu jika kami bertemu aku akan berbicara
banyak tentang masa kecil dulu. Tentang kebersamaan kami ketika masih berumur
puluhan. Memang sejak kecil, ibuku selalu mengusahakan perjodohan kami. Setiap
kali ibu mengungkapkan kata-kata perjodohan, aku hanya diam sedangkan dia selalu
tersenyum dan menghindar. Aku tak tahu maksud ibu dulu. Sekarang di saat aku
tahu, mungkin di hati kami masing-masing sudah ada orang lain.
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!