Pendidikan Indonesia: Anak Indonesia Dalam Bahaya

By Hamidah Foundation - 02.28


Membaca artikel tentang kualitas dan ketertinggalan pendidikan Indonesia di BBC. co.uk membuat saya dan mungkin juga sahabat yang membaca artikel ini marah, sedih, tak percaya dan menuding yang tidak-tidak kepada lembaga penerbitnya. Iya, data yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson menempatkan kualitas sistem pendidikan di Indonesia terbawah. Terendah di dunia bersama Meksiko dan Brasil. Saya tak terlalu paham landasan penilaian dari lembaga ini. Tapi jika itu benar, anak-anak Indonesia sedang dalam bahaya. Dana yang begitu besar untuk pendidikan tak sebanding dengan prestasi yang dihasilkan. Tak main-main 20 persen dari APBN Indonesia terbuang percuma.


BBC.co.uk melaporkan, penilaian peringkat ini memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan memiliki "budaya" pendidikan.


Syarat status tinggi memang sudah diberikan oleh Negara. Gaji tinggi melalui sertifikasi membuat pekerjaan guru tidak lagi dipandang sebelah mata. Hasilnya, semua orang berlomba-lomba menjadi guru. Hingga banyak yang menghalalkan segala cara untuk menjadi guru. Kuliah seadanya, beli nilai untuk IPK tinggi, selanjutnya bayar pejabat untuk lulus menjadi guru. Semua serba diatur. Persekongkolan jahat melenggang begitu saja. Pejabat pendidikan ibarat penyedian jasa dan alumni bertitel sarjana pendidikan menjadi konsumen. Mesti ada uang dan jaringan. Kualitas calon pendidik tak lagi diperhatikan. Maka tak heran jika pendidikan Indonesia berada pada ambang tak lagi dikatakan pendidikan.


Kemudian Saya ingin menggaris bawahi tentang budaya pendidikan. Indonesia jelas mempunyai budaya pendidikan. Namun yang perlu dipertanyakan, Apakah budaya itu mendongkrak kualitas pendidikan anak-anak Indonesia atau malah semakin menjerumuskan? Menurut Saya, selama ini budaya pendidikan Indonesia masih jauh dari kata berhasil. Budaya nyontek massal saat Ujian Nasional. Guru yang tak mau meningkatkan mutunya, baik kemampuan mengajar dan kedalaman ilmu. Pemotongan anggaran pendidikan oleh oknum pejabat. Sarana dan prasarana yang tak bersaing. Dan masih banyak lagi budaya-budaya negatif yang berujung pada kualitas pendidikan rendah. Maka saya semakin yakin penelitian firma pendidikan Pearson yang memberikan cap kualitas nomor buntut kepada pendidikan kita.


Sekadar intermezzo, tulisan ini saya angkat setelah melakukan konsultasi proposal penelitian dengan dosen Jurusan Biologi UNM, Drs Adnan, MS, dosen saya. Ada banyak mahasiswa yang konsultasi. Diskusi antar Pak Adnan dengan teman-teman sesama mahasiswa termasuk saya, hanya berakhir diam, tak ada interaksi, tak berkutik. Namun di sini saya dapat melihat dan merasakan bahwa kami belum tahu apa-apa tentang pendidikan. Saya pun sadar, kami (mahasiswa) belum siap menjadi pendidik. Namun inilah jalan yang kami pilih. Menjadi guru berkualitas dan peka akan perkembangan zaman menjadi “fardhu ain”. Tak bisa ditawar-tawar lagi.


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ditangan Muhammad Nuh selama ini telah melakukan upaya terbaik memajukan kualitas pendidikan Indonesia. Hingga yang terbaru bakal diberlakukan kurikulum 2013. Fokus kurikulum baru ini adalah revisi mata pelajaran. Empat pelajaran yang kurikulumnya akan direvisi adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.


Dari laporan Tempo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Pengembangan Khairil Anwar Notodiputro mengatakan Keempat mata pelajaran tersebut dipilih karena dianggap bisa mempengaruhi rasa nasionalisme dan meningkatkan karakter generasi muda. Saat ini, pendidikan di Indonesia dirasa masih terlalu liberal.

Dari pernyataan pejabat Kemendikbud ini saya dapat ditarik kesimpulan bahwa membangun budaya pendidikan dianggap sangat penting untuk anak Indonesia sejak dini. Pembangunan karakter siswa yang mau belajar, memiliki motivasi belajar tak terbatas dan terus meningkatkan kemampuan adalah tujuan utamanya. Selain itu kedalaman ilmu dari setiap jenjang pendidikan juga diatur.


Namun kurikulum pendidikan 2013 ini masih banyak mendapat kritik. Dianggap kontroversi. Dianggap tak berpihak kepada para pendidik.

Menurut saya inilah dinamika untuk sebuah keputusan besar. Saya masih yakin, pihak pro dan kontra pasti ingin kurikulum yang terbaik untuk anak Indonesia. Kualitas anak-anak Indonesia tak kalah dengan negara lain. Pendidikan Indonesia belum habis. Saya masih optimis potensi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Asalkan semua pihak bekerja sekuat tenaga. (*)


link artikel bbc.co.uk

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/11/121127_education_ranks.shtml

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!