Hari berganti menjadi malam. Arif dan rombongan masih
saja belum datang. Kami sekeluarga sudah gusar. Ketakutanku semakin saja
bertambah. Kabar mereka juga belum sampai pada kami.
Namun semua kegusaran sirna setelah mobil berhenti
berderu di depan rumah. Waktu sudah menindih pukul 23.30, Arif dan keluarga
sudah sampai. Tak terjadi sesuatu yang buruk pada mereka. Mereka tertahan macet
yang sangat panjang. Karena kecelakaan di jalan poros Makassar-Parepare. Oh
Tuhan…aku sangat bersyukur atas pertolonganmu kepada kekasihku.
Prosesi lamaran pun berlangsung hikmad meski sudah
larut. Akhirnya Arif akan menjadi pendampingku. Lelaki yang baru kukenal. Namun
sangat saying padaku. Aku nyaman bersama dia.
Berselang sebulan kami menikah. Aku dan Arif
langsung pamit kepada orang tuaku. Kami menempati rumah yang telah Arif beli.
Rumahnya cukup luas. Hingga dua keluarga kecil, seperti kami, bisa menempati
rumah ini. Istana kami. Akan menjadi tempat bagi anak-anak kami nanti.
Saat ini aku masih tinggal di rumah. Maklum ijazahku
belum aku dapat. Sedangkan Arif kembali beraktifitas dengan kerjanya. Menjadi
seorang konsultan bangunan. Parepare-Sungguminasa ia jalani setiap hari. Maklum
proyeknya masih banyak di kota kelahirannya. Aku kebanyakan tinggal di
Sungguminasa.
Mengurus kepentingan rumah. Hidup kami sangat
bahagia. Ia menjadikanku sebagai seorang yang paling bahagia. Teman-temanku iri
terhadap hubungan kami berdua. Meski Arif jarang tinggal di rumah tapi
komunikasi kami sangat lancar. Harmonisasi ini terjadi hingga akhirnya anak
pertama kami lahir setahun kemudian. Seorang anak laki-laki. Lucu dan tampan.
Mirip ayahnya. Namun Inilah kebahagian yang terakhir yang aku rasakan.
Setelah kami mempunyai anak. Masalah datang satu
demi satu. Menggoyang janji kami. Arif pun sangat jarang tinggal di rumah. Dia
lebih memilih kerjanya. Menghabiskan waktu demi mengumpulkan pundi-pundi
rupiah.
Aku malah berpikir ada orang ketiga antara kami. Seorang
perempuan yang masuk ke tengah-tengah rumah tangga kami. Mengalihkan perhatian suamiku.
Mengambil rasa cinta Arif untuknya.
Aku sudah lama tak merasakan cinta Arif. Cinta yang
ia curahkan padaku kini telah lama menghilang. Aku tak mengatahui apa sebabnya.
Mungkin setelah kami punya anak, rasa cinta antara kami berdua telah hilang.
Kini hanya ada tanggung jawab.
***
Aku tak menyangka ibuku pernah merasakan sebuah
penderitaan dan ingin berpisah dengan suaminya di masa lalu. Ibu tak pernah
menceritakan kepada kami. Aku baru mengetahui dari diary ini.
Aku kembali menyimpan diary ini di tempatnya semula.
Tempat yang sama. Andaikan ibuku kembali mencari maka dia tak curiga bahwa aku
pernah membacanya.
“Lisa…ada ibnu mencarimu. Katanya penting,” teriak
ibu.
“Iya bu…aku datang,”
Tak sempat aku menyimpan diary, ibuku datang. Suara
decitan papan semakin mendekat. Ia sudah ada di depan gudang. Bagaimana ini. Aku
pasti ketahuan. Ibuku pasti akan marah besar padaku. Karena aku telah membaca
rahasianya. The top secret. Kenangan yang tak ingin ia katakana kepada
siapapun. Termasuk aku, anaknya.
0 komentar