Aku langsung melempar buku itu ke kerumunan barang
bekas. Aku sangat panik. Jika ibu tahu maka matilah aku. Aku pasti kena marah. Bukan
lagi ibu pasti benci karena aku membaca semua rahasianya.
“Suara apa itu Lis…kamu taka apa-apa” tanya ibu
sambil tergopoh-gopoh menemuiku.
“Ada barang yang jatuh ma!…Aku baik-baik saja,”
tangkisku cepat.
Selamatlah aku sore itu. Ibu tak curiga. Ia langsung beranjak menuju
ruang tengah.
Aku pun meladeni telpon Ibnu. Ia banyak bercerita
tentang kegiatan barunya. Ia sudah mulai kerja di perusahaan ayahnya, yang
sampai kini belum aku temui yang bernama A.B. Nasution. Teman kuliah ibuku. Aku
pun tak pernah berkata kepada ibu tentang nama ayah Ibnu.
Ibnu berencana akan mempertemukan aku dengan ayahnya
besok. Ayahnya akan tiba ke Sungguminasa. Ayahnya dari Singapura. Ia adalah
pebisnis yang handal. Usaha property dan ekspor impor bahan tambang adalah
keahlian ayah Ibnu.
Aku merasa sangat cemas dan deg degan. Aku tak tahu
harus memakai apa bertemu dengan ayah Ibnu, sahabatku. Aku pun berkonsultasi
dengan ibu. Ia sudah memberiku masukan tentang gaun dan penampilanku bertemu. Maklum
ayah Ibnu adalah orang penting. Aku juga belum tahu pasti karakter ayahnya. Ibnu
tak banyak bercerita.
Akhirnya Ibnu memnjemput aku keesokan harinya. Ia
tetap memakai motor trailnya. Motor yang menjadi trend center di kampus.
Tak cukup bercerita dan menginvestigasi karakter
ayah Ibnu, kami sudah sampai di depan rumah Ibnu. Suasana megah masih tetap
terasa seperti pertama kali aku sampai di sini.
Ibu Ibnu sudah menunggu di depan pintu. Aku makin
kikuk. Aku ibarat putri yang sangat dinantikan kedatangannya.
Akhir aku bertemu dengan A.B. Nasution. Orang
terlihat sangat garang, tegas dan tentunya tampan. Mesti sudah berumur. Namun
garis-garis roman mukanya sangat tegas. Aku membayang dia seperti Eric Cantona,
legenda klub sepakbola Manchester United. Tenang namun berkelas.
“Itu calon pacar kamu Ibnu,” sergap ayah Ibnu.
“Bukan yah…ia sahabat Ibnu,” tepis Ibnu sambil
terbata-bata.
Mukaku langsung memerah. Aku tak menyangka ayah Ibnu
akan melayangkan pertanyaan yang tak terduga. Aku hanya tertunduk malu.
Akhirnya ibu Ibnu mencairkan suasana dengan memanggil kami ke meja makan. Aku
makan pas di depan muka ayah Ibnu. Ia tak banyak bicara. Namun sekali bertanya
langsung membuat aku kikuk dan panik.
“Apa kerjaan ibu dan ayahmu,” tanyanya dengan nada
pelan dan gelagak sedikit cuek.
“Ayah kerja sebagi seorang arsitek dan pengusaha property
sedangakn ibu seorang guru bahasa inggris. Alumni kampus kami,” jawabku.
“Oh sapa nama ibumu? Kata Ibnu, ibu angkatan 1986
yah…aku angkatan 84 dari jurusan bahasa inggris juga,” jelasnya kepadaku.
“Ibu bernama Ainulia Vebrianti Susanto,” jawabku
pendek.
Air muka ayah Ibnu langsung berubah. Menghentikan makan
begitu saja. Langsung pergi. Tak bicara satu kata pun setelah aku menyebutkan
nama ibuku. Ia langsung menuju suatu ruang yang aku tak tahu.
“Kenapa ayahmu Ibnu? Kok dia langsung pergi setelah
mendengar nama ibuku,”
“Aku juga tak tahu. Baru kali ini ayah bertingkah
aneh seperti itu.”
Akhirnya perkenalanku dengan ayah Ibnu hanya
berlangsung begitu saja. Aku juga tak paham, mengapa ayah Ibnu bertindah
seperti itu. Ia tak pernah lagi mengajakku berbicara ketika aku mengunjungi
rumah Ibnu. Ia kebanyakan hanya diam dan melihatku dengan tatapan yang tak
suka.
Aku berpikir pasti ayah Ibnu ada hubungannya dengan
kisah ibuku ketika masih kuliah dulu. A.B. Nasution sebuah nama yang masih
kurang akrab. Nama ini tak pernah ibu ungkit dalam diarynya. Aku juga tak mau
cepat mengambil keputusan. Apa motif
ayah sahabatku ini begitu dingin kepadaku. Ah…Jangan-jangan inisial A adalah Arsyad.
Mantan pacar ibu. Ah…tololnya aku tak menyadari hingga saat ini. Apa yang akan
terjadi jika ibu tahu kebenaran bahwa ayah Ibnu adalah Arsyad? Lelaki yang pernah
menjadi mengisi hidup Ainulia, ibuku tersayang. Namun aku tetap berpikir tak
mungkin, ini hanya sebuah kebetulan.
Bersambung lain kali.....
JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAMKU!
JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAMKU!
1 komentar