Sungguh apes bulan ini. April kelabu. Kelam malah. Mulai
dari seminar hasil yang amburadul disertai ‘pembantaian’ dengan cecaran pertanyaan
dosen penguji. Si black acer ‘sakit’,
entah kapan kembali sehat seperti sedia kala. Hingga kehilangan kunci motor
yang cuman satu-satunya.
Sedikit bercerita tentang seminar hasil skripsi.
Hari itu Rabu tepatnya 3 April. Aku sudah menyiapkan seminar ini seminggu
sebelumnya. Setelah undangan out, segeralah
kusebar. Maklum pembagian undangan sangat mepet cuman tiga hari. Waktu itu ada hari
libur. Parahnya lagi dosen pengujiku termasuk dosen idealis. Tak segang-segang
mencecar dengan kalimat pedas. Hingga orang sepintar apapun pasti akan tegang.
Nah…ketegangan inilah yang sering kali mem-buntu-kan alur berpikir. Apalagi
hasil penelitianku sangat jujur namun tak dilengkapi justifikasi akademik yang
mumpuni. Hasilnya sudah tertebak. Lain pertanyaan, lain pula jawaban. But over all semuanya lancar. Meski ada
pelajaran berharga yang sangat-sangat patut diingat untuk masa depan.
Teman-teman yang akan selesai akan merasakan nanti. Saran…banyak belajar.
Hilangkan ketegangan. Terakhir…ingat pesan dosen pembimbing, mesti belajar
menggunakan otak kanan.
Ternyata apes-ku ini tak berhenti di sini saja. Apes
yang kedua yakni laptop yang dua tahun belakangan ini selalu bersamaku, rusak.
Laptop ini berulah dua hari sebelum seminar hasil. Parahnya lagi laptop ini
rusak ketika si empunya kere. Jadi
pas banget deh apes-nya. Hingga tulisan ini diturunkan si black acer-ku masih terkatung-katung di
rumah service. Entah kapan bisa beroperasi
lagi. Katanya sih bank datanya (baca:
hardisk) rusak. “Murni hardisknya rusak kak,” kata junior yang banting setir
menjadi teknisi laptop-ku.
Dapatlah anda bayangkan bagaimana keadaanku seperti ini.
Laptop rusak saat menjelang seminar hasil. Suatu langkah menuju gelar sarjana.
Pusing. Karena data-data penting ada pada bank data itu. Bahkan data penting
seperti project design, data kuliah, foto-foto nostalgia, hingga
barang kramat untuk mahasiswa (skripsi) lenyap. Praktis… peluang uang tak ada
dan urusan akademik pun terluntah-luntah. Back
to the zero.
Maka tak heran hingga saat ini aku belum bisa
mendaftar untuk ujian akhir skripsi. Selain utang yang menumpuk di jurusan,
skripsi juga belum kelar. Banyak perbaikan dan referensi yang belum mumpuni.
Apes yang ketiga memang tak terlalu menyakitkan
seperti yang di atas. Kunci motorku hilang entah kemana. Tak ada uang lagi untuk membeli kunci baru yang nilainya
ratusan ribu. Memang sudah waktunya aku ‘bercerai’ dengan kunci ini. Namun aku
juga sadar bahwa ini adalah ujian. Mungkin jika kunci motorku tak hilang, maka
semua daerah akan aku sambangi yang berpotensi buruk untukku. Mungkin ini ujian
kepadaku supaya tak teledor menyimpan barang penting.
Memang selama ini jalanku menghadapi kehidupan
kampus dan sehari-hari tergolong lancar-lancar saja. Apapun nilai yang aku inginkan
selalu terkabulkan. Tentunya aku belajar namun campur tangan Allah-kan yang
memuluskan itu. Begitu pun si black acer
selalu on fire. Menemani
malam-malamku dengan seabrek project dan tugas kuliah. Motorku pun
selama ini setia mendampingi setiap langkahku. Ia tak pernah rewel. Tak pernah
membuatku pusing. Bahkan motor ayahku yang lebih baik dari segi style dan performace tak mau aku pakai karena kesetianku kepada Rebi (baca: Revo
biru). Aku hanya bilang, “Kalau Rebi tak
bisa lagi bergerak maka terpaksa aku ganti.”
Suatu keberuntungan dan kesyukuran tak terkira
karena ada sahabat kampus yang tak berhenti untuk mendukung dan memotivasi
untuk bangkit. Move on. Bangkit dari masalah
yang sangat curang. Orang tua memang sempat marah namun tetap memberikan
sokongan motivasi.
Aku akhir mengumpulkan serpihan-serpihan semangat
yang masih tersisa. Aku rangkai menjadi mobil balap formula satu untuk mengejar
ketertinggalan. Memakai bahan bakar semangat orang yang kucintai. Orang tua dan
keluarga besarku tentunya. Juga seorang perempuan yang memberiku sebuah
inspirasi. Bestfriend. Meski sekarang
dia cenderung berbeda belakangan ini. Mungkin masalahku ini membuat tak
perhatian dan cumin berusaha menyelesaikan masalah sendiri. Masalah perteman
dan persahabatan aku coba selesaiakn sendiri. Tapi aku selalu sadar bahwa
begitulah perasaan sahabat satu ini.
Aku tak bisa down
lagi. Karena nasib dan masa depanku ditentukan jalan yang aku ambil saat ini. Aku
juga berpikir bahwa letupan semangat teman-teman adalah kunci untuk membuka
potensi semangat utama dalam diri. Semangat yang tak pernah habis. Selalu ter-baru-kan.
Selalu ada. Asalnya dari Allah. Sebuah anugrah yang tak tertandingi oleh
apapun. Thanks Allah. Kamu selalu
menjadi spiritku. Tak pernah meninggalkanku. Apalagi menjatuhkan aku.
Aku berpesan kepada sahabat pembaca, sahabat yang
tak pernah meninggalkanmu adalah DIA. Siapa dia? Anda pasti tahu bahkan sangat
tahu ketimbang aku. Karena perspektif kita memandang Dia berbeda. Keep Spirit
dan Keep healty. (*)
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!