Sore itu aku mengendarai motor CBR Honda.
Menyusuri jalan setapak. Jalan ini terletak di tepi sungai Victoria. Bayangan
terlihat jelas. Lagi asik menghirup udara segar, terdengar suara merdu di ‘bibir’
sungai. Motor aku hentikan.
Menengok sana sini, akhirnya
terlihat seorang gadis. Hanya sepelemparan batu dariku. Amboi...tingginya
semampai. Rambutnya digsanggul.
Lebat. Kacamata bertengger di hidungnya yang mancung. Senyumnya semakin
lama semakin menarik saja. Kulitnya
sawo matang. Ia pakai baju hitam. Elegan.
Aku tak berani mendekat. Aku sudah puas
memandangnya dari jauh. Sekilas kemudian ia sudah hilang. Hanya sekejap mata
aku memaling muka.
Tiap hari aku mengunjungi tempat
tersebut. Setiap saat juga kamu ada di sana. Memainkan biolamu. Kadang kala
iramanya terdengar sedih. Kadang kala pula terdengar gembira. Tak jarang pula
menegangkan. Kamu sangat pandai membuat hatiku cepat berubah.
Aku tak pernah berniat
mememang tanganmu. Menyapa. Aku hanya ingin mengenal namamu. Namun
selalu saja gagal. Tak ada waktu-lah.
Aku datang kamu tak ada. Selalu saja tak bertepatan waktu kita yah.
Seminggu aku tak pernah
absen mengunjungi sungai Victoria. Tapi tetap saja kamu tak ada di sana. Aku
berpikir mungkin kamu lagi sakit atau sudah tak berminat lagi mengunjungi
tempat tersebut. Namun kamu tiba-tiba saja muncul pada hari kedelapan ketika aku
kesabaranku sudah merah. Kali ini aku sangat kaget. Cemburu. Kamu membawa
seorang lelaki. Parahnya lagi kamu membawa anak. Lah ya Tuhan…Aku jatuh hati
dengan orang berkeluarga. Hahaha…sungguh aneh yah, kok aku mudah sekali yah
jatuh hati. Pada wanita yang tak kukenal. Pada wanita yang seluk beluk dan
latar belakang tak aku ketahui pasti.
Sekarang, semua rasa buyar
begitu saja. Menjadi keping-keping. Tapi kepingan ini masih tinggal di suatu
tempat yang sering aku sebut hati. Padahal sebenarnya aku tak tahu tempat itu
apa. Hanya memberikan nama karena keterbatasan bahasaku.
Mungkin ini bukan cinta tapi
rasa tertarik. Tapi belum terlalu fanatik. Ini mungkin tingkatan ketertarikan
terendah dalam berhubungan. Kata artikel teman di kompasiana, just like. Hanya menyukai belum menyanyangi. Apalagi
cinta. Not yet. Masih panjang dan berliku. Masih butuh rasa yang lebih. Masih
butuh kebersamaan. Supaya benih suka tumbuh menjadi sayang kemudian berevolusi
menjadi cinta.
“Cinta adalah rasa ketertarikan secara fanatik yang dimiliki mahluk hidup, artinya ketika seseorang cinta pada sesuatu baik cinta sesama maupun cinta terhadap suatu benda maka pada detik itu pula seseorang tersebut wajib fanatik terhadap seseorang ataupun benda yang dicintainya, kenapa wajib fanatik? Karena hanya dengan“fanatik” ketertarikanmu itu dapat dikatakan sebagai cinta, dan dari fanatik itu pulayang membedakan antara istilah cinta dengan istilah-istilah lainnya seperti “Sayang” atau “suka”,fanatik dalam konteks ini dapat diartikan sebagai keadaan dimana kontrol ego lebih kuat dari pada pikiran rasional. Singkatnya, ketika ketertarikan terhadap seseorang tidak dapat dijelaskan alasannya (fanatik) maka itu adalah cinta, akan tetapi apabila ketertarikanmu karena empati atau simpati maka hal itu lebih pass disebut “sayang”, namun jika ketika ketertarikanmu itu hanya karena harta atau parasnya dan sejenisnya maka status ketertarikannya menurun menjadi ‘Suka’. Lah sekarang bagaimana hubungan mu dengan orang-orang disekitarmu? Cinta kah? Sayang kah? atau hanya sekedar suka kah?”(Lucky 2000, Kompasianer)
Kisah ini aku tulis
mengingat masa SMA dulu. Ada unsur fiktifnya sedikit sih. Tapi kebanyakan fakta. Kisah hidup sahabat karib. Ia sudah
lama menghilang. Mudah-mudahan dia baca tulisan ini. Tempat aku setting sih supaya terlihat tak
ketinggalan zaman. Bisa dikonsumsi oleh manusia 18+. (*)
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!