Berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga memang sangat
berarti untuk siapapun. Namun hal itu tak pernah aku alami beberapa tahun
belakangan ini. Setelah masuk ke bangku perkuliahan hampir tak pernah berkumpul
bareng. Ayah sibuk mengurus proyeknya yang ada di luar kota. Ibu fokus dengan
dagangannya. Aku juga asik dengan kegiatan kampus seperti kuliah dan
organisasi.
Adik-adikku juga lebih senang dunianya sendiri.
Biasanya adik yang pertama lebih suka tinggal bersama bibi dan paman. Hanya sesekali
mengunjungi rumah dalam seminggu. Bertemu kangen atau meminta uang jajang.
Aku sendiri ketika semester awal kuliah lebih banyak
bermalam di rumah teman dan sekretariat lembagaku. Setiap bulannya hanya pulang
bertemu keluarga sekadar melepas rindu dan tentunya meminta tambahan uang.
Orang tua memang tak pernah melarang untuk tinggal
di sekretariat lembaga. Ibu dan Bapak hanya berpesan pintar-pintar menjaga
pergaulan. Jangan sampai salah bergaul. Orang tua juga mungkin menganggap kami
sudah dewasa. Mereka bahkan tak menuntut cepat selesai. Mereka membiarkan kami
menikmati masa-masa kuliah. Namun aku sendiri juga mesti sadar diri. Mereka
pasti menginginkan cepat selesai dan mendapat kerjaan yang layak. Aku juga
merasa sudah menikmati masa-masa kuliah.
Kembali ke topik utama. Akhir-akhir ini aku dan
keluarga memang sering berkumpul. Apalagi ada tenis meja di rumah. Maka makin
asik aja bercengkrama. Sekalian juga merasakan atmosfer keluarga kembali
setelah hampir lima tahun tak berkumpul kembali.
Memang aku sudah meninggalkan hegemoni lembaga
kemahasiswaan dua tahun lalu. Namun setelah lepas dari situ, aku masuk kerja di
salah satu harian. Otomatis waktuku tak banyak dengan keluarga. Setiap hari
mesti masuk kantor. Ketika libur pun sibuk urus kegiatan lain yang menghasilkan
uang.
Belakangan ini entah apa yang membuat kami begitu banyak waktu berkumpul bersama keluarga. Bapak tak banyak lagi mengurusi proyek. Ibu lebih suka tinggal di rumah habis berdagang. Aku dan adikku yang kuliah juga lebih suka di rumah. Awalnya memang komunikasi memang sangat beku. Tak ada suara yang terucap. Kami memilih diam. Namun tenis meja ini mencairkan semua kebekuan yang ada. Mulai dari saling provokasi, saling cela gaya servis hingga hukuman push-up untuk pemain yang kalah.
Akhirnya tenis meja ini mencairkan kebekuan antara
kami. Bagi aku keluarga memang tak ada yang bisa menandingi kehangatannya. Meski
kita sedih pasti akan kembali ke keluarga. Siapapun yang masih mempunyai
keluarga jangan sia-siakan waktu anda untuk tak berkumpul bersama keluarga. Takutnya
nanti anda menyesal setelah mereka meninggalkan anda.
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!