Tujuh tahun silam aku masih duduk di kelas XI SMA.
Aku masuk dalam kelas IPA. XI IPA I. Bersama 24 teman yang berdasarkan ranking
merekalah yang terhebat. Aku terpilih menjadi ketua kelas. Aku tak tahu mengapa
mereka memilih aku. Mungkin pengalamanku menjadi ketua kelas ketika duduk di
kelas X. Aku semakin yakin karena kelas ini didominasi oleh teman-teman. Dengan kata lain massa aku lebih banyak, hehehe. Loyalitas mereka tak terhadap ketua kelas mereka tak pudar sejak berteman 2005 lalu di sekolah ini. SMAN 1 Bontomarannu. Sekolah yang baru berdiri tiga
tahun.
|
Hari itu aku baru berkenalan dengan beberapa teman
dari kelas lain. Ada Arham. Seorang yang tinggi dan kurus. Hebat main gitar. Suka
menggoda cewek. Ceweknya hampir ada di setiap kelas. Sampai-sampai senior pun ia pacari. Hebat. Ada Riri. Orang
yang optimis. Mandiri. Setia. Perhatian kepada pacarnya. Suka jemput si doi. Ada
Adi. Lucu. Kurang tinggi. Setia. Pantang menyerah. Bersahabat. Tertarik pada cewek
sekelasku. Sampai-sampai rasa itu terpendam, terendap, dan tersimpan hingga
lulus. Tapi kami senang ia mengungkapkan perasaannya sebelum si doi menikah. Ada Alam. Sedikit gila. Identik dengan kacamata. Bersahabat. Peduli. Kurus. Ada Rahmat.
Teman sebangkuku. Pengasih seperti namanya. Suka membantu dan mau dibantu. Keep
staylis. Suka nyanyi. Kami berenam sepakat main band. Namanya tak aku ingat.
Tapi kayaknya band kami tak punya nama.
Yah…Kami suka-suka saja ingin menyalurkan hasrat
dan bakat main band. Cie…kayak mau professional. Padahal hari pertama main band. Nadanya
kocar-kacir. Tak nyambung. Namun seiring waktu berlalu. Bulan demi bulan. Band
kami sudah semakin mantap. Namun kami tak pernah tampil sama-sama di festival
ataupun acara paling kecil sekelas bazaar. Kami baru bisa tampil bareng pas acara
perpisahan di sekolah. Lagu milik Andra and Backbone-Hitam adalah lagu
satu-satunya yang kami bawakan semenjak main band sama-sama.
Aku, Alam, dan Adi biasanya tampil dengan teman band
lain. Rock Syndrome adalah nama band ini. Alam membuat namanya. Kami hanya ikut
saja. Aku masih ingat kami tampil sebagai band pembuka di bazaar musik Ghetto. Kami
tampil tak memalukan. Mulus. Lagu pamungkas adalah milik Linkin Park-What I Have
Done. Gebukan drumku tak ada yang meleset. Adi yang diplot menjadi vocalis tak
terlalu mengecewakan. Meski bahasa inggrisnya sering kali fales.Gaya Alam waktu itu memang gila. Petikan gitarnya membuat semangat. Sugeng pegang bas. Mukanya datar sepanjang penampilan kami. Maunya sangar. Ade sudah mengelilingi panggung berukuran 3 kali 4 itu.
Setiap minggu kami mencoba untuk tampil. Namun
sering kali gagal. Alasannya beranekaragam. Kurang uanglah. Gitaris kami, Ade, putus
dengan pacarnya. Musiknya masih berantakan. Namun kami sering kali tampil
dengan polesan musik yang itu. Berantakan. Namun yang membuat sering kali
berantakan adalah percaya diri kami. Harus kami akui meski tampil bagus pas
latihan. Namun saat tampil kadang kala menjadi kalangkabut.
Tapi aku mensyukuri bias nge-band bersama
teman-teman ketika SMA dulu. Hal tersebut telah membangung kepercayaan diriku
hingga saat ini. Aku bisa mengekpresikan diri.
Memang kami hampir tak pernah disangka akan memilih
jalur main band. Bayangkan saja teman-teman lain menilai kami adalah siswa-siswa kutu
buku. Maklum kelas kami termasuk kelas unggulan. Semua rangking tertinggi di
angkatan 2005, ada pada kelas ini. Aku tak heran teman, junior maupun senior kaget
kami mau juga mengambil jalan main band. Dalam benak mereka siswa yang main
band itu hanya anak-anak gaul, badung, berjiwa pemberontak.
Mudah-mudahan teman-teman puas telah memberikan
mereka perspektif berbeda.
Sampai saat ini semangat dan keinganku bermain musik
masih ada. Aku kangen menabuh drum. Lain kali kita main band lagi yah. Alam,
Adi, Arham, Riri dan Rahmat.
Aku mau mengenang masa-masa bermain musik saat SMA
sebagai sebuah harmonika yang berharga,
indah, fantastik. Sebuah harmoni yang mengalung dan menemani sepanjang hidup
aku dan mungkin juga mereka. (*)
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!