Keindahan Desa Bissoloro Kian Tergerus

By Hamidah Foundation - 18.34




Hari Jumat, 8 Maret, aku melakukan perjalanan tunggal menuju kampung halaman, Bissoloro. Desa ini terletak di sebelah timur Kota Sungguminasa. Jaraknya sekitar 50 Km. Jika menggunakan motor maka akan ditempuh kurang lebih satu jam. Bissoloro berada di Kecamatan Bungaya. Aku lahir dan besar di sini. Desa ini berada di atas gunung. Jika kita berada di sini, maka Kota Makassar dan Kota Sungguminasa bisa terlihat. Begitu indah. Apalagi jika malam tiba. Kerlap-kerlip lampu seperti harmoni musik. Bendungan Bili-bili pun sangat jelas terlihat di desa ini.


Bendungan Bili-bili nampak terlihat dari desa Bissoloro (dokumen pribadi)



Namun setelah sekian lama tak menginjakkan kaki di desa ini aku dihadapkan dengan lahan jagung. Hutan kini berubah menjadi lahan penanaman komoditas jagung, lereng berubah menjadi kebun jagung, hutan pinus disulap menjadi tempat penanaman padi, hamparan rumput dijadikan kebun berbagai macam tanaman. Hingga banyak hewan terengggut habitatnya dan tumbuhan liar mati ditebas penduduk setempat. Rumah panggung digeser dengan susunan bata merah. Mandi bersama di sumur umum tak terlihat lagi. Warga sudah menggunakan selang panjang dan mesin untuk mengangkut air. Padahal mandi dan mengambil air di sumur adalah ajang sosialisasi warga. Kini setelah moderisasi, sosialisasi kini tak terlihat lagi. Ternyata sudah banyak yang berubah.

Bahkan beberapa tahun yang lalu terdengar isu eksploitasi hutan terjadi di desa ini. Namun isu itu berhenti dan tak pernah terdengar lagi sampai sekarang.

Mata pencarian penduduk setempat memang adalah pertanian dan perkebunan. Pertanian sudah sejak lama tapi sektor perkebunan baru dijalani penduduk setempat belakangan ini. Hal ini dimulai sejak adanya investor yang membeli beratus-ratus hektar tanah milik penduduk. Investor ini berasal dari swasta, universitas dan birokrat Sulsel.

Area dusun di gerbang desa banyak berdiri villa milik orang-orang berduit. Pohon ditebang dan dijadikan lahan penanaman komoditas jagung di sekitar villa. Aku menduga mereka mendirikan villa karena pemandangan eksotik desa ini. 
Penduduk menebang pohon dan menjadikannya kebun (dokumen pribadi)

Ada Pohon Pinus, Gurun, dan Hutan Bambu

Kita tinggalkan tentang hiruk pikuk moderisasi desa ini. Sekarang lebih baik kita berbicara tentang keindahan desa yang tersisa. Desa ini membuat aku menjadi bangga karena udara bersih dan pemandangan pegunungan yang tak kalah dari Malino, hutan tropis, dan aneka macam tumbuhan. Kebetulan rumah nenek yang aku tempati berada di puncak gunung. Jadi, jika kita melihat ke depan rumah terhampar sawah dan hutan bambu. Hutan pinus tertata rapi di belakang rumah.

Semua masih terjaga meski sudah banyak kebun di tengah hutan tersebut. Namun jika keinginan penduduk mencari laba tak terkendali maka tak akan lama lagi hutan ini akan menjadi gundul dan berubah menjadi kebun. Hanya tanah yang terlihat. Tak ada pohon bambu, pinus, dan pohon tropis lainnya. 
Gunung-gunung di desa Bissoloro yang penuh dengan anekaragam tumbuhan (dokumen pribadi)

Jika kita menuju ke arah desa lain hutan pinus tertata rapi di sepanjang jalan. Perbatasan desa di ujung timur terdapat tanah yang tandus, seakan di gurun. Pemandangan gurun ini berada di tengah-tengah gunung hijau. Suksesi masih belum terjadi di lahan kering ini. Entah kejadian alam apa yang menyebabkan demikian. Ini sudah ada sejak aku masih kecil. Kakek pun tak tahu apa penyebabnya. Oh…iya...aku tinggal bersama kakek dan nenek. Hanya kami bertiga di rumah ini. Semua paman dan bibi sudah mempunyai rumah sendiri. Jadi mereka hanya berdua di rumah ini.

Meski desa ini cukup dekat dengan kota namun jaringan komunikasi sangat susah di area ini. Maklum desa ini berada di tengah-tengah pegunungan. Selain itu tak ada tower provider yang berdiri di sini. Kita mesti mencari tempat yang strategis untuk mendapatkan jaringan handphone.

Hari minggu (10/3) pagi, aku berencana mengunjungi gurun di batas desa. Tak sabar rasanya ingin mengunjungi area tersebut. Namun karena cuaca yang sangat ekstrem, diputuskan menunda mengunjungi area tersebut. Mungkin di lain waktu aku akan menulis detail tempat tersebut. (*)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!