sumber gambar: www.relationship-economy.com |
Beberapa hari belakangan ini media-media memamerkan
suatu kondisi tentang hiruk pikuk perpolitikan di Negara ini. Terlihat bagaikan
sebuah sandiwara aktor dan aktris kelas kakap. Kita tak tahu lagi siapa yang
benar karena kebenaran sudah menjadi spekulasi. Bahasa kasarnya kebohongan.
Aktor atau artis yang paling bisa berspekulasi lebih baik akan mampu memberikan
kebenaran yang lebih benar.
Bagaikan sinetron di layar kaca, rakyat hanya dapat
berteriak, mencaci, menjerit, dan menangis. Mereka tak didengar. Aspirasi hanya
sebuah kertas yang jika sudah dibaca langsung di-gol-kan ke dalam tong sampah. Miris.
Menyakitkan. Namun inilah kenyataan. This is real life.
Kenyataan inilah yang membuat rakyat sudah tak
peduli lagi siapa aktor atau artis (baca pemimpin) memimpin Negara ini.
Berbagai pemilukada yang dihelat di berbagai provinsi dan kabupaten hanya
berakhir dengan suara setengah-setengah. Bayangkan saja jumlah pemilih hanya
berkisar 50-60 persen yang memilih. Itu berarti kepercayaan rakyat belum
sepenuhnya mempercayai pemimpin kita.
Bagaimana tidak pemimpin yang terpilih melalui
mekanisme pemilihan langsung serta merta mengkhianati konstituennya. Dengan
melakukan korupsi, penjualan lahan Negara, nepotisme, kolusi dan masih banyak
lagi perhelatan yang menguntungkan pribadi.
Namun saya menganggap inilah real demokrasi. Orang-orang
mempunyai pegangan sendiri. Namun jika situasi seperti ini, maka bukan tak
mungkin pemilih akan semakin melorot. Sehingga bukan lagi nasib orang banyak yang
dilihat namun hanya nasib kelompok yang memilih pemimpin tersebut.
Melihat dan merasakan polemik ini maka satu kata
yang mesti dilakukan yakni revolusi. Seperti yang telah terjadi di berbagai
negara timur tengah. Jika jalan itu harus diambil sebagai salah satu generasi
muda. Saya akan berkata, “SIAPA TAKUT!”
Sekarang kita akan membahas mengapa revolusi perlu
dan penting saat ini.
Hukum
Lemah
Sebagai garda terakhir pertahanan Negara, hukum
memang sangat lemah. Perhatikan saja berbagai kasus yang melibatkan orang berduit
dan berkuasa. Jika mereka terlibat masalah maka hukum negara ini bagaikan
anjing harder yang jika sudah diberi tulang maka akan diam. Penurut. Apapun
yang diperintahkan langsung setuju. Jiwa manusia sudah tergantikan dengan jiwa
binatang.
Hampir tidak tak ada lagi penegak hukum yang berani
melawan keburukan dan ketidakadilan. Jika ada, maka akan disingkirkan dengan
berbagai cara. Perhatikanlah orang-orang melawan pasti akan berakhir. Entah itu
dipenjara, difitnah, dan dibunuh. Sudah lumbra di Negara
tercinta ini.
Lihatlah mekanisme hukum yang terjadi. Seorang
koruptor kelas kakap hanya mendapat hukuman ringan sedangkan seorang pencuri
ayam selain mendapat hukuman juga dapat bogem mentah dan penyiksaan dari penegak hukum hingga
hampir mati. Mengapa koruptor kelas kakap tak mendapat hal demikian. Supaya
adil. Bahkan mereka bisa lebih sadis lagi karena mencuri miliaran uang rakyat. Bukannya
membelah pencuri ayam. Mereka mencuri karena terpaksa. Hasil curiannya pun
dijual tak seberapa. Hanya untuk makan
keluarganya.
Lah koruptor mereka diperiksa bagaikan raja. Penegak
hukum segang menggertak apalagi memukul. Mustahil. Penjara bak room service hotel mewah. Lama hukuman dipotong tiap
ada hari raya. Jika begini enak yah menjadi koruptor. Makin banyak yang
dikorupsi makin nikmat. Karena uang pasti makin banyak. Bebas membayar siapapun
untuk tutup mulut.
Saya dan Anda pasti mulai ragu dengan sistem hukum Negara ini.
Kesejateraan
Hanya Untuk Orang Kaya
Ekonomi Negara memang mengalami kemajuan yang sangat
signifikan. Namun kemajuan ekonomi ini hanya terjadi pada kalangan tingkat atas
saja. Orang kaya. Orang-orang yang baru mau menjadi kaya tak mampu melawan
dominasi orang berduit sekarang. Usaha mereka dihambat selanjutnya tinggal
menunggu waktu untu gulung tikar. Jurang yang sangat dalam pun kian tak
terjangakau antara si kaya dan si miskin. Hasilnya tetap akan begini. Kesenjangan
makin lebar.
Sekolah yang menjadi jalan satu-satunya jalan menanjak
untuk si miskin kini ternyata sangat mahal. Program kementerian pendidikan untuk
anak miskin ternyata dinikmati juga oleh orang kaya. Miris. Kalau masalah
kesejahteraan semua orang mengaku miskin tak terkecuali si kaya. Memang benar
kata Toyotomi Hideyoshi, dalang pembunuhan Oda Nobunaga. Seorang pelayan setia Nobunaga. Berasal
dari keluarga petani yang sangat miskin. Tertindas karena pemerintahan diktator
dari pemimpin kala itu. Hingga ia sangat kelaparan dan memutuskan untuk menjadi
bawahan Nobunaga. Setiap permintaan si bos akan dilaksanakan meski tak masuk
akal. Ia mengambil alih pemerintahan dan menjalankan pemerintah yang diktator juga.
Hingga akhirnya ia dibunuh oleh seorang ninja, pengikut setia Nobunaga. Sebelum
mati Hideyoshi berkata.
As you
already know, I was born as a peasant. Since I was a child… I was so hungry
that I couldn’t stand it any longer. I wanted to fill my stomach just once. In
order to do that… I even desperately endured Nobunaga’s unreasonable demands…
I’ve worked hard… and succeeded. But, you know… now matter how much I ate, I
couldn’t get enough. My stomach was always empty… I was so hungry that I
couldn’t stand it any longer. So, in the end… I’ve tried to eat the governmental
power. That’s all.
(Seperti yang Anda sudah tahu, aku
lahir sebagai petani. Sejak
saya masih kecil ...
Aku sangat lapar sehingga saya tidak bisa tahan
lagi. Saya ingin mengisi perut saya hanya
sekali. Untuk melakukan itu
... Aku bahkan putus
asa hingga mengalami tuntutan yang
tidak masuk
akal dari
Nobunaga ... Saya telah
bekerja keras ... dan berhasil. Tapi, Anda
tahu ... sekarang peduli berapa pun
dan sebanyak apapun aku makan, aku tidak bisa mendapatkan cukup. Perutku selalu kosong ... aku
begitu lapar sehingga aku tidak
bisa tahan lagi. Jadi,
pada akhirnya ... Saya sudah mencoba untuk makan kekuasaan di pemerintahan. Itu saja.)
Jika jurang pemisah antara si miskin dan si kaya
makin lebar dan dalam maka pasti orang-orang seperti Toyotomi Hideyoshi akan
bermunculan. Hingga akhirnya Negara musnah dan hancur.
Membaca kisah ini, teringat kata-kata salah satu dosen ketika masih
aktif kuliah, “hiduplah dalam kesederhanaan. Maka kamu tak akan pernah
kelaparan dan kesusahan. Karena jika kamu bermewah-mewah maka kamu akan semakin
terjerembab dan tak akan bisa melepaskannya kecuali keajaiban dan kematian.
Kejujuran
Hampir Tak Ada
Mencari orang jujur di Negara ini bagaikan mencari
jarum di tumpukan jerami atau mencari koin di hamparan laut. Pengandaian ini
mungkin sangat lebay. Namun inilah kenyataannya. This a fact. Bahkan seorang
yang mempunyai imam yang kuat pun tak mampu jujur jika uang sudah ada di
tangan. Perilaku tak jujur memang adalah cikal bakal korupsi.
Orang yang kita anggap orang cerdas. Berasal dari
sekolah luar negeri tak mampu juga jujur. Orang yang ditunjuk sebagai pengadil,
hakim, ternyata juga bohong. Orang yang menangkap orang bersalah tenyata loyo
dan menerima sogokan. Sekarang orang-orang bersaksi di pengadilan bukan karena apa
adanya. Tapi bersaksi jika ada apanya. Ada janji-janji berupa suap.
Orang-orang dengan gampang mengabaikan kebenaran. Mereka
tak takut dosa. Tak takut hukuman Tuhan.
Ini adalah alasan mengapa revolusi perlu
dilaksanakan segera. Mungkin yang membaca artikel ini mempunyai alasan mengapa revolusi sangat diperlukan sekarang. Saatnya
kita bersuara. Melawan. Lebih baik kita mati karena jujur ketimbang mati dengan
penuh kebohongan. (*)
0 komentar
Mari berkomentar dengan santun dan bertanggung jawab!